REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Alokasi anggaran untuk Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) sampai saat ini belum jelas. Belum ada payung hukum terkait penggunaan APBN untuk program tersebut. PDIP memastikan, pemerintah akan membahas penggunaan anggaran untuk ‘kartu sakti’ itu bersama DPR.
“Implementasinya, bahwa alokasi anggaran KIP dan KIS pasti dibicarakan dengan DPR,” kata politisi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (6/11).
Rieke mengatakan, penggunaan anggaran untuk KIS dan KIP sepenuhnya akan diambil dari APBN. Untuk saat ini, dia meyakini belum ada satu rupiah pun uang dari APBN yang digunakan untuk program tersebut. Sebab, memang belum ada pos anggaran untuk program ini di APBN 2014.
Untuk KIS, Rieke menjelaskan, merupakan program penyempurnaan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tetapi, hal itu bukan berarti merubah sistem secara keseluruhan. Penyelenggaranya juga masih di bawah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sampai sejauh ini KIS dan KIP baru sebatas pengumuman atau peluncuran program.
Tetapi implementasi dari program tersebut saat ini belum dilakukan secara menyeluruh. Sehingga, Rieke yakin pemerintah pasti tidak akan gegabah dalam menggunakan APBN untuk sebuah program yang memang belum ada payung hukumnya. “Saya yakin belum (menggunakan APBN), silakan dicek,” ujarnya.
Rieke juga membantah jika program KIS dan KIP dikaitkan dengan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Apalagi, jika ‘kartu sakti’ itu disebut sebagai kompensasi dari kenaikan harga BBM. Dua hal itu, kata dia, sama sekali berbeda dan tidak ada kaitannya.
Pemeran ‘Oneng’ dalam acara Bajaj Bajuri itu mencurigai, penggiringan opini bahwa KIS dan KIH merupakan kompensasi dari kenaikan BBM adalah indikasi upaya pelengseran Presiden Jokowi. Hal itu bukan tidak mungkin ketika wacana interpelasi muncul di tengah situasi politik di DPR seperti saat ini. “Ini politik, kemungkinan (pelengseran) seperti itu ada saja,” ujarnya.