Rabu 05 Nov 2014 15:09 WIB

Pengusaha Kapal Batam Pilih Isi BBM di Singapura, Kok Bisa?

Petugas mengisi BBM (ilustrasi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Petugas mengisi BBM (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Pengusaha kapal di Batam Kepulauan Riau lebih memilih mengisi bahan bakar minyak (BBM) di Singapura ketimbang di depot-depot pengisian bahan bakar di dalam negeri karena dinilai lebih mudah dan menguntungkan.

"Harga di Singapura lebih murah," kata Ketua Asosiasi Pemilik Kapal Indonesia (Indonesia National Shipowner's Association/INSA) Kota Batam Zulkifli Ali di Batam, Rabu (5/11).

Selain lebih murah, kebijakan pembelian BBM di Singapura juga dinilai lebih memudahkan ketimbang di Indonesia yang harus dilengkapi dengan sejumlah syarat.

Pembelian BBM di Singapura juga lebih menjanjikan, karena pasokan selalu tersedia, tidak seperti di depot atau SPBU di Indonesia yang kerap kehabisan pasokan.

Dan karena tidak membeli BBM di dalam negeri, maka pemilik kapal tidak terpengaruh dengan segala macam kebijakan terbaru dari pemerintah mengenai pembatasan distribusi BBM bersubsidi, termasuk pemberlakuan Kartu BBM (Fuel Card).

"Tidak pengaruh dengan yang begitu-begituan," kata dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Sumber Daya Mineral Kota Batam Amsakar Achmad mengatakan pemerintah dan Pertamina (Persero) belum memberlakukan Kartu BBM sebagai alat transaksi utama pembelian solar bersubsidi kepada kapal dan alat transportasi laut lainnya.

Ia mengatakan sebelum memberlakukan Kartu BBM untuk kendaraan transportasi laut, pemerintah harus melakukan penataan di tingkat internal, karena masih ada kebijakan-kebijakan yang harus disesuaikan dengan BPH Migas.

Kebijakan yang harus diatur ulang, antara lain batas maksimum pembelian solar bersubsidi. Pada kendaraan darat, Pemerintah Kota melalui Peraturan Wali Kota memberlakukan kuota kepada setiap kendaraan membeli solar bersubsidi maksimal 30 liter.

Kebijakan itu, menurut Amsakar, tidak bisa diberlakukan untuk transportasi laut, karena kebutuhan solar untuk kapal sangat tinggi. Jika tetap dibatasi 30 liter sehari, maka jarak tempuh kapal pun terbatas.

"Itu yang harus dipikirkan ulang bersama pihak terkait, berapa kuota yang layak diberikan kepada nelayan. Tentu harus disesuaikan dengan kebutuhan nelayan pada umumnya," kata Amsakar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement