Selasa 04 Nov 2014 18:21 WIB

Sama dengan BSM, Dana KIP Harus Dapat Persetujuan DPR

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Keluarga Sehat.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Keluarga Sehat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program Kesejahteraan Rakyat, salah satunya Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang diluncurkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpotensi menjadi persoalan hukum. Pasalnya program KIP tidak tercantum dalam Undang-Undang APBN sekarang.

"Belum ada landasan hukumnya," kata Wakil Ketua Komisi X DPR, Ridwan Hisyam kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (4/11). Menurutnya banyak dari anggota Komisi X incumbent yang menilai program KIP sama dengan program Bantuan Siswa Miskin (BSM) pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Singkat kata Jokowi hanya mengganti nama program saja. "Jadi kalau program BSM mau displit ke KIP harus ada persetujuan DPR," katanya.

Wakil Sekretaris Jendral DPP Partai Golkar ini memahami niat baik Jokowi membantu masyarakat. Apalagi KIP merupakan program andalan Jokowi selama masa kampanye.

Namun Ridwan mengingatkan niat baik itu jangan sampai menabrak aturan yang ada dalam undang-undang. "Kami mengharapkan ketergesaaan itu tidak meninggalkan masalah hukum," ujarnya.

Ridwan menolak argumentasi bahwa Jokowi bisa mengeluarkan Peraturan Presiden untuk mengakali sumber dana KIP. Sebab menurutnya program bantuan pendidikan sudah ada di dalam APBN.

Dia berharap Jokowi bisa berkoordinasi dengan DPR untuk realisasi program KIP. "Itu program bagus harusnya dibahas bersama dengan DPR," katanya.

Komisi X akan segera memanggil pemerintah untuk menjelaskan apa perbedaan antara program BSM dan KIP. Namun kapan waktu pastinya Ridwan belum bisa menentukan. "Kami akan bicarakan dengan pakar hukum. Kami sedang koordinasi dengan pimpinan dewan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement