REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar seminar internasional bertajuk 'Membangun Peradaban Bangsa melalui Politik Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Internasional dan Bahasa Ilmu Pengetahuan'.
Acara yang digelar oleh Lembaga Kebudayaan (LK) UMM bekerjasama dengan Prodi S1 dan S2 Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah UMM, ini akan berlangsung dua hari Selasa-Rabu (4-5/11) di ruang teater UMM Dome.
"Bahasa Indonesia berpotensi menjadi bahasa ASEAN karena memiliki struktur yang sederhana, mudah dipelajari dan daya serap kosa kata yang kuat," kata Kepala LK UMM, Dr Sugiarti, Selasa (4/10).
Sugiarti mengukapkan selain itu, pengguna atau penutur bahasa ini merupakan paling banyak di ASEAN dengan persebaran geografis yang sangat luas.
Hal senada disampaikan rektor UMM, Muhadjir Effendy. Ia mengatakan sejak lama UMM berkonsentrasi untuk mendorong menjadikan bahasa Indonesia agar dapat digunakan secara luas dan diakui sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan bahasa internasional.
Untuk itu pihaknya mengundang para peneliti dan mahasiswa asing yang studi di UMM untuk mempelajari bahasa Indonesia dan menggunakannya untuk laporan penelitian dan bahasa sehari-hari di kampus.
Mahasiswa asing yang belajar di UMM diwajibkan mempelajari bahasa Indonesia dan menggunakannya dalam pergaulan sehari-hari di samping bahasa asal mereka. UMM sendiri telah menyiapkan unit Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA).
Setiap tahun UMM menerima sekitar 100 hingga 200 mahasiswa asing. Mereka mengikuti program reguler maupun khusus yang berasal dari berbagai negara. AMM telah menghasilkan ribuan mahasiswa asing yang lancar berbahasa Indonesia. sejak tahun 1995 UMM telah menghasilkan ribuan mahasiswa asing mahir Bahasa Indonesia. UMM berharap mereka dapat dijadikan duta internasionalisasi bahasa Indonesia yang efektif.
Muhadjir mengatakan ASEAN community tahun depan akan mengintegrasikan negara-negara Asia Tenggara dalam satu lingkaran sosial, politik, dan ekonomi. Hal itu meniscayakan persinggungan antara masing-masing budaya yang kian intens di antara negara-negara tersebut.
Saat itulah bahasa Indonesia dapat dijadikan sebagai bahasa transaksi dan diplomasi, minimal secara regional ASEAN dulu. Hal ini juga merupakan bagian dari memperkuat kepribadian budaya Indonesia.
Sugiarti menjelaskan dalam seminar yang diikuti sekitar 300 peserta itu menghadirkan beberapa pembicara. Sebagai pemakalah utama antara lain, Kepala Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebuyaan, Prof Dr Maksum, MS, serta dari Universitas Jember Ananto Kusuma Seta, PhD, Prof Dr Ayu sutarto, dari Universitas Negeri Jogyakarta Prof Dr Suminto A Sayuti, dan pembiacara asing dari Kamboja Moh Zain Musa dan Thailand Ruhanee Puteh.
Seminar diakhir dengan deklarasi tentang bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional dengan melibatkan peserta berbagai daerah yang ada di Indonesia. Deklarasi ini dimaksudkan untuk meneguhkan eksistensi bahasa Indonesia di dunia internasional.
"Sudah waktunya kita menginternasionalisasikan bahasa Indonesia yang sudah dipelajari oleh 96 negara ini. Siapa lagi kalau bukan kita kalangan akdemisi, guru dan masyarakat luas," tegas Sugiarti.