REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Aktivis lingkungan di Palembang mengeluhkan kabut asap yang kembali pekat pada awal November ini. Padahal asap sempat mereda pada Oktober karena mulai turun hujan.
"Kabut asap yang menyelimuti Kota Palembang dan beberapa daerah sekitarnya dalam dua bulan terakhir yang sempat mereda kini kembali mengganggu aktivitas masyarakat dan kesehatan masyarakat karena kondisinya cukup pekat," kata aktivis lingkungan dari Mahasiswa Hijau Indonesia (MHI) Sumatera Selatan, Dedek Chaniago di Palembang, Senin (3/11).
Dia menjelaskan, sebagai gambaran kondisi kabut asap seperti di dalam Kota Palembang dan Jalan Lintas Timur Sumatera antara Palembang dengan Kabupaten Ogan Ilir sangat pekat yang mengakibatkan arus lalu lintas di kawasan tersebut terutama pada pagi hari terganggu karena jarak pandangnya sekitar 10-35 meter.
Selain mengganggu arus arus lalu lintas, akibat kembali pekatnya kabut asap beberapa hari terakhir banyak aktivitas masyarakat lainnya terganggu termasuk jadwal penerbangan di Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang.
Kemudian kabut asap yang mencemari udara secara terus menerus akhir-akhir ini menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat di daerah sumber kebakaran hutan dan lahan serta warga Kota Palembang yang mendapat kiriman asap tersebut.
"Sekarang ini banyak warga provinsi yang berpenduduk sekitar 8,6 juta jiwa ini mengeluhkan gangguan kesehatan seperti batuk dan sesak napas akibat kabut asap," ujarnya.
Melihat kondisi tersebut, diharapkan kepada pemerintah daerah dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten dan provinsi setempat untuk melakukan kegiatan penanggulangan bencana kabut asap yang biasa terjadi pada musim kemarau itu.
"Bencana kabut asap yang kini terasa semakin pekat di daerah sumber titik api dan berimbas ke Kota Palembang terutama pada pagi dan sore hari, perlu mendapat perhatian semua pihak agar tidak menimbulkan masalah dan kerugian yang lebih besar," ujar Dedek.