REPUBLIKA.CO.ID, CIPUTAT -- Warga Ciputat, Tangerang Selatan keberatan jika lonjakan harga BBM bersubsidi terlalu tinggi. Mereka berharap kenaikan yang terjadi masih dalam kisaran Rp 1.000 hingga Rp 2.000 saja.
"Kalau kenaikan lebih dari 2.000, ya jelas beban hidup rakyat kecil kayak saya ini semakin bertambah," terang Saadah, kepada Republika, Ahad, (2/11).
Menurut wanita yang biasa bekerja serabutan itu menyakini kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga kebutuhan sehari-hari. Bagi Saadah, kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) pun belum tentu berpengaruh pada pendapatannya. Saadah berpendapat, penghasilan yang ia terima ditentukan oleh orang yang mengajaknya bekerja, bukan oleh pemerintah.
Oleh sebab itu, Saadah meyakini, kenaikan harga BBM bersubsidi pun tidak akan berpengaruh pada besar kecilnya penghasilan yang ia dapatkan. Wanita berusia 49 tahun ini pun mengharapkan adanya cara lain yang bisa diambil pemerintah untuk menstabilkan negara tanpa harus menaikan harga BBM.
Sementara itu, Firqah (43) mengungkapkan tidak mempermasalahkan rencana kenaikan harga BBM ini asalkan kenaikan tersebut tidak terlalu tinggi. Sebab, menurut warga asli Ciputat ini, nantinya akan terjadi lonjakan harga sembako yang sangat tinggi pula.
"Kalo lonjakannya harga di pasar terlalu tinggi ya tentu kita kelabakan lah," tuturnya.
Menurut Firqah, jika kenaikan harga tidak terlalu signifikan, masyarakat pun tidak akan terlalu terbebani dan akan lebih cepat beradaptasi dengan harga pasar yang baru. Ibu dari 3 orang anak ini juga mengemukakan, bisa saja pemerintah menaikan BBM dengan harga yang tinggi sekali pun. Akan tetapi harus dilakukannya dengan cara bertahap.