REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sudah satu visi untuk mempercepat pembangunan kilang pengolahan minyak mentah menjadi BBM.
"Waktu saya ngobrol dengan Pak Bambang (Menkeu Bambang Brojonegoro), beliau malah bilang 'Kemenkeu sudah mendorong kilang untuk segera dibangun, namun justru di tempat 'panjenengan' (Kementerian ESDM) yang responnya kurang'," katanya dalam bincang-bincang di satu radio di Jakarta, Sabtu (1/11).
Atas pernyataan Menkeu tersebut, lanjutnya, dirinya mengecek ke internal kementerian.
"Dalam satu rapat, ada pejabat yang berkata, 'jadi (permasalahan kilang BBM) ini karena IRR (internal rate of return atau tingkat pengembalian investasi) yang kurang memenuhi, Pak'. Saya tegur, 'Mas, yang bicara seperti itu mestinya pedagang. Ini negara. Negara urusannya kedaulatan. Biarkan pebisnis itu bicara 'return'. Kalau kurang, baru bicara insentif'," katanya.
Menurut dia, tugas negara bukanlah melihat dari sisi pedagang.
"Negara mengatur pebisnis agar melakukan kegiatan secara tertata dan baik," ujarnya.
Sudirman kembali mengatakan, saat ini, Kementerian ESDM dan Keuangan sudah satu visi yang direkat kepemimpinan nasional yakni Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Menurut dia, pemimpin nasional sudah mendukung dirinya untuk melakukan apapun sepanjang demi kepentingan negara.
Sudirman juga menambahkan, kajian kilang sudah banyak dan lama dilakukan.
"Sekarang, tinggal pelaksanaannya," katanya.
Opsi pembangunan kilang adalah dibangun APBN dengan melihat kemampuan keuangan negara.
Lainnya, bermitra dengan swasta melalui skema kemitraan pemerintah dan swasta.
Opsi lainnya adalah murni kerja sama BUMN dan swasta.
"Soal kilang ini adalah program jangka pendek yang akan kami lakukan," ujar Sudirman.
Sebelumnya, BUMN migas asal Arab Saudi, Saudi Aramco Asia (SAA) sudah lama berencana membangun kilang berkapasitas 300.000 barel per hari dengan menggandeng PT Pertamina (Persero).
Saat ini, rencana pembangunan kilang SAA tersebut masih menunggu persetujuan insentif fiskal dari Kemenkeu agar memenuhi keekonomiannya.
Selain SAA, Pertamina juga menjajaki pembangunan kilang dengan Kuwait Petroleum Corporation (KPC) berkapasitas sama 300.000 barel per hari.
Namun, lagi-lagi terbentur insentif fiskal yang tak kunjung disetujui Kemenkeu, hingga akhirnya KPC membatalkan rencananya.
Kemenkeu beralasan insentif yang diminta investor tidak masuk akal atau terlalu berlebihan.
Pertamina juga memiliki program peningkatan kapasitas kilang dari saat ini 1,05 juta menjadi 1,6 juta barel per hari melalui program yang disebut "refinery development master plan" (RDMP).
Proyek RDMP tersebut dengan perkiraan investasi Rp200 triliun dalam enam tahun ke depan atau sampai 2020.
Di luar program Pertamina tersebut, pemerintah juga merencanakan pembangunan kilang dengan skema KPS.
Pertamina kini mengoperasikan enam kilang di seluruh Indonesia dengan total kaapasitas 1,047 juta barel minyak mentah per hari.
Keenam kilang tersebut adalah Dumai, Riau 170.000 barel per hari, Plaju, Sumsel 133.700 barel, Cilacap, Jateng 348.000 barel, Balikpapan, Kaltim 260.000 barel, Balongan, Jabar 125.000 barel, dan Kasim, Papua 10.000 barel.