Jumat 31 Oct 2014 07:14 WIB
kabinet kerja

Tokoh Kawasan Timur Kritisi Kabinet Kerja

Presiden Jokowi dan Wapres JK.
Foto: AP Photo
Presiden Jokowi dan Wapres JK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Formasi Kabinet Kerja di bawah Presiden Jokowi menuai banyak kritik, sebab dinilai mengabaikan sejumlah hal yang semula diperjuangkan sendiri oleh Jokowi. Salah satu sorotan dikemukakan sejumlah tokoh kawasan Indonesia Timur.

 

Dalam keterangan pers bersama Kamis (30/10) dan dihadiri sejumlah tokoh pemuda, pers, dan elemen lainnya, Engelina Pattiasina yang mewakili para tokoh Indonesia Timur menyatakan Jokowi menggunakan standar ganda dalam merekrut menteri.

Presiden juga dinilai mengabaikan aspek kewilayah, profesionalisme, dan yang pokok, mengabaikan eksistensi ribuan tokoh dan pakar dari kawasan yang menyumbang kekayaan besar bagi republik.

 

Menurut Engelina, hasil identifikasi yang ada, dari 34 anggota kabinet yang diangkat, 29 di antaranya berasal dari kawasan barat Indonesia (Jawa dan Sumatera), utamanya 24 dari Jawa dan lima orang dari kawasan timur Indonesia (Amran Sulaeman, Saleh Husin, Yohana S. Yembise, Rahmat Gobel dan AAN Puspayoga).

 

Padahal, kekayaan dari Kalimantan dikeruk senilai ratusan triliun per tahun, tetapi tidak satupun putera/puteri Kalimantan dianggap pantas berada di kabinet; 35 tahun Maluku tidak pernah diakomodir dalam kabinet; dan sekitar 70 tahun anak dari Sulawesi Tenggara duduk di kabinet.

 

Bahkan, dalam pemilu presiden lalu, kawasan timur memenangkan 70 persen suara untuk Jokowi-JK. "Sehingga sangat wajar kalau Presiden Jokowi memberikan apresiasi yang layak bagi kader-kader dari kawasan timur untuk bersama-sama dalam pemerintahan,” kata Engelina.

 

Acara yang dipandu mantan Wakil Ketua DPD Laode Ida ini dihadiri antara, Kris Siner Keytimu, Immanuel G. Toebe, Yamin Tawari, Yopi Lasut Karel Phil Erari, Petrus Salestinus, Paskalis Pieter, Natalis Pigai, Theopilus Luis, Munir Mastail, Mahasale Sangadji, dan Badri Tubaka.

Presiden dinilainya tidak bijak dan arif dalam menggunakan hak prerogatif, sehingga tidak memperlihatkan sikap sebagai negarawan. Untuk itu, kami kecewa dan tidak percaya Presiden akan mampu menjaga dan mempertahankan prinsip dasar kebangsaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement