Kamis 30 Oct 2014 16:17 WIB

Relawan Jokowi Minta Mendag Cabut Permendag 44/2014

Tambang timah di Bangka Belitung
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Tambang timah di Bangka Belitung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Rachmat Gobel diminta segera mencabut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 44/2014. Karena aturan itu dianggap justru mendorong penyelundupan timah. Aturan itu disebut tidak mensyaratkan legalitas timah yang akan diekspor. Sehingga membuat timah ilegal bebas ekspor.

"Permintaan kami agar Rachmat Gobel mencabut permendag tersebut didasarkan studi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Selama ini terjadi penyelundupan dalam jumlah luar biasa," kata Ketua Umum Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) Sihol Manulang, Kamis (30/10).

Sihol mengatakan, menteri perdagangan yang mengeluarkan Permendag itu pada 24 Juli 2014 sadar kalau itu adalah kebijakan yang salah. Sehingga baru diberlakukan pada 1 November 2014. Ia menyebutnya, mewariskan hal buruk bagi pemerintah Jokowi.

Permintaan pencabutan Permendag 44/2014 disampaikan Bara JP secara tertulis kepada menteri perdagangan, Kamis (30/10). Dengan tembusan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla. 

Menurut Bara JP, Permendag 44 merupakan hasil kerja mafia. Karena jelas-jelas bertentangan dengan pasal 57 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 32/2013 yang melarang mengolah mineral yang bukan dari pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan sertifikat clear and clean (CC).

Sedangkan dalam Permendag 44, katanya, untuk memperoleh Izin Eksportir Terdaftar Timah Industri (IETTI) sekali pun tidak ada syarat ada sertifikat CC. 

Hal itu dianggap mengherankan. Karena untuk pengolahan industri hasil tambang seperti zirconium mensyaratkan dukungan bahan baku dari perusahaan yang memperoleh sertifikat CC.

"Artinya pemerintah tidak mau tahu dari mana asal timah, entah dari penambangan liar atau hasil curian. Pokoknya asal membayar PPN 10 persen, boleh ekspor. Ini bisa ditafsirkan, hasil penambangan liar dicuci dengan PPN 10 persen. Ironisnya, PPN 10 persen tersebut, di kemudian hari bisa diambil balik melalui restitusi," jelas Sihol.

Menurutnya, jika Permendag 44/2014 diberlakukan, maka penyelundupan timah akan semakin deras dan dilancarkan oleh birokrasi.

Sebab sepanjang 2004-2013, sesuai dengan hasil studi ICW, data jumlah impor timah Indonesia oleh negeri pembeli, selalu lebih besar dari data jumlah ekspor timah dari Indonesia ke negera tersebut. Artinya, selama ini penyelundupan timah memang sangat besar.

Menurut kajian Ketua KPK Abraham Samad pada 4 Juni 2014, kerugian illegal mining sangat dahsyat. Termasuk kerugian ekspor timah ilegal, yang mayoritas dipasok dari Propinsi Bangka Belitung (Babel). "Isi Permendag 44 bertentangan dengan roh studi KPK dan ICW, maka sebaiknya segera dicabut," ujar Sihol.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement