Rabu 29 Oct 2014 21:49 WIB
DPR Tandingan

Yusril Prihatin Adanya Rencana Pembentukan Pimpinan DPR Tandingan

Saksi ahli dari tim Prabowo-Hatta, Yusril Ihza Mahendra memberikan kesaksiannya dalam sidang ketujuh Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (15/8).
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Saksi ahli dari tim Prabowo-Hatta, Yusril Ihza Mahendra memberikan kesaksiannya dalam sidang ketujuh Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (15/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra prihatin dengan langkah Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang akan membentuk pimpinan DPR tandingan, karena merasa tak terakomodasi dalam pembagian pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan.

"Dinamika politik di DPR RI hingga terbentuknya pimpinan DPR RI tandingan sungguh memprihatinkan bagi perkembangan demokrasi di Indonesia," katanya di Jakarta, Rabu (29/10).

Menurutnya terbentuknya pimpinan DPR RI tandingan menunjukkan para politisi belum mampu mendahulukan kepentingan bangsa dan negara dari pada kepentingan kelompok dan kepentingan pribadi.

Ia melanjutkan, para politisi di DPR RI seharusnya mampu mengedepankan musyawarah mufakat dalam mengatasi persoalan bangsa, bukan semata-mata main kuat-kuatan dengan memanfaatkan voting.

"Kembalilah kepada kepribadian bangsa Indonesia yang mengedepankan kepentingan bersama dan menjunjung tinggi kemajemukan," katanya.

Mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan ini menambahkan, negara ini tidak akan pernah berjalan baik jika dikuasai oleh satu golongan saja, baik di eksekutif maupun di legislatif. Kekuasaan, kata dia, harus berbagi secara adil dan berimbang tidak bisa hanya dikuasi satu golongan saja.

"Semua harus diberi kesempatan untuk memimpin lembaga-lembaga negara secara proporsional," katanya.

Yusril mengingatkan, para politisi dapat bercermin pada pengisian jabatan eksekutif dan legislatif di awal reformasi pascapemilu tahun 1999. Menurutnya saat itu ada keseimbangan dan mengedepankan aspek musyawarah, bicara dari hati ke hati, tidak menutup diri, apalagi arogansi.

"Selamatkan bangsa dan negara dari situasi yang tidak kondusif," katanya.

Yusril menegaskan, agar para politisi dapat saling menahan diri dan mengutamakan kedewasaan berpolitik, guna mencari penyelesaian bersama melalui musyawarah mufakat. "Inilah kunci penyelesaian masalah yang dihadapi bangsa dan negara saat ini," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement