REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri BUMN pada era Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK), Sofyan Djalil disebut-sebut akan menduduki posisi strategis di pemerintahan Jokowi-JK. Sofyan yang memiliki kedekatan dengan JK juga pernah menjabat sebagai menteri komunikasi dan informatika (Menkominfo).
Pengamat Ekonomi Politik dari Universitas Tirtayasa, Dahnil Anzar menilai, Sofyan kurang layak memangku jabatan yang sangat strategis itu. Dahnil agak heran, mengapa ia dipilih, yang katanya akan menjabat sebagai menteri koordinator perekonomian. Padahal, prestasi Sofyan selama jadi menteri bisa dikatakan tak ada yang mengkilap. Ia khawatir, Sofyan kurang direspon positif oleh pelaku dunia usaha.
"Sofyan Djalil memang mengagetkan, selama menjadi menteri BUMN dan Menkominfo dulu saya kira kinerjanya tidak ada yang luar biasa," kata Dahnil kepada wartawan, Sabtu (25/10).
Dalam catatan, kala Sofyan menempati posisi menteri BUMN, ia tak mampu menahan laju tender offer yang dilakukan Ooredoo (dulu Qatar Telecom) di Indosat. Sehingga, investor asing tersebut menguasai 65 persen saham operator tersebut.
Belum lagi, keputusan Sofyan menempatkan Sarwoto Atmosutarno sebagai dirut Telkomsel kala itu yang malah menjadikan operator tersebut menggunakan perangkat yang disebut buatan Israel.
Menurut Dahnil, penempatan Sofyan lebih pada pertimbangan politik ketimbang kompetensi dan kapasitas. Sofyan adalah representasi dari kepentingan JK. Ia menyayangkan kalau penunjukan doktor lulusan Tufts University itu memakai pertimbangan politis, ketimbang kompetensi dan kapasitas.