REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Populi Center, Nico Harjanto mengapresiasi langkah Joko Widodo (Jokowi) melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam penjaringan kabinet. Dia menepis anggapan negatif yang mengatakan Jokowi menggunakan tangan KPK dan PPATK
"Bisa seperti itu, tapi Jokowi peduli isu-isu pemberantasan korupsi. Itu lebih tinggi ketimbang akomodasi politik untuk menentukan petimbangan," kata Nico di Jakarta Selatan, Sabtu (24/10).
Pelibatan dua lembaga tersebut dinilai menunjukkan keinginan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) membentuk kabinet lebih baik dan transparan. Sebab, katanya, kabinet bermasalah bukan hanya dari kalangan parpol. Namun juga sangat mungkin dari kalangan profesional terlibat pelanggaran hukum.
"Banyak juga pengusaha korupsi. Justru dengan melibatkan KPK dan PPATK, Jokowi-JK mengharapkan screening mendalam untuk kabinet. Perlu diapresiasi, untuk membuat tim kerja itu bukan kecepatan tapi kehati-hatian," jelas Nico.
Sehingga ketika kebinet diumumkan tidak ada potensi masalah hukum, spekulasi, dan mendapat kepercayaan dari masyarakat. Diharapkan tim tersebut betul-betul merepresentasikan rakyat Indonesia, sehingga punya rasa memiliki kabinet.
"Kita enggak mau para pejabat sudah punya cacat hukum, terlibat kasus korupsi. Sehingga ketika menjabat mereka sibuk menggunakan kekuasaan untuk membentengi diri," ucapnya.