Jumat 24 Oct 2014 15:26 WIB

Ingat Jokowi, Anda Sekarang Presiden RI

Esthi Maharani
Foto: doc pribadi
Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Esthi Maharani

Sebuah panggung telah dipersiapkan di Terminal III Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Panggung yang dilengkapi lighting dan sound system itu tadinya akan dijadikan tempat bersejarah diumumkannya menteri-menteri Presiden Joko Widodo.

Namun, momen sejarah itu batal terjadi pada 22 Oktober 2014. Sebab, tak ada tanda-tanda sang orang nomor satu di negeri ini datang ke pelabuhan.  Kepastian kapan dan dimana Jokowi akan mengumumkan nama menteri-menterinya memang tak pernah terkonfirmasi.

Hanya saja, pada Rabu pagi (22/10), indikasi akan segera diumumkan nama menteri menguat. Hal itu keluar dari mulut Jokowi sendiri. Ia mengatakan kemungkinan pengumuman menteri tidak di istana presiden. "Mungkin siang hari ini, sore, malam ini hari ini (diumumkan) di Pluit, Tanah Abang, atau Tanjung Priok, mungkin. Bisa saja hari ini," kata Jokowi.

Kabar itu semakin menguat ketika geliat perangkat kepresidenan sudah menyambangi lokasi yang ditetapkan. Paspampres mulai lebih intensif melakukan pemeriksaan dan mengecek keamanan, beberapa staf kepresidenan pun diberangkatkan ke lokasi untuk memastikan semuanya sesuai instruksi.

Namun, hingga waktu yang ditentukan, orang yang ditunggu tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Detik-detik terakhir, dipastikan, Jokowi tak akan hadir. Itu artinya tak ada pengumuman nama-nama menteri. Panggung pun dibongkar.

Sehari setelahnya, tepatnya Kamis tengah malam (23/10), di Istana Merdeka, Jokowi pun memberikan pernyataan. Ia justru heran karena banyak yang menduga ia akan mengumumkan nama menteri di pelabuhan Tanjung Priok pada Rabu malam. Ia berdalih tak memberikan instruksi untuk itu. Ia juga berdalih masih menunggu kerja KPK dan DPR untuk mendukungnya dalam penyusunan cabinet.

“Kemarin kamu-kamu di Tanjung Priok? Siapa ngumpulin siapa? Kita baru siapkan kok kamu ngomong dibatalkan. Kamu tanya ke biro pers (istana), siapa yang batal? Saya gak mengagendakan. Itu mempersiapkan,” katanya.

“Kita menganut prinsip kehati-hatian. Waktu kita sampaikan ke KPK kan ada yang harus diulang. Kita sampaikan ke KPK juga. Sampai sekarang ini belum keluar dari KPK. Kita juga meminta pertimbangan DPR karena ada yang digabung dan dipecah nomenklaturnya,” tambah Jokowi.

Boleh saja Jokowi mengganggap tak pernah memberikan instruksi. Tetapi, apakah staf kepresidenan berani bergerak tanpa instruksi?

Jokowi tak melihat, bukan hanya wartawan yang berada di Tanjung Priuk waktu itu. Banyak pihak mengerahkan pasukannya masing-masing untuk mensukseskan acara seremonial dan simbolis ala presiden ketujuh.

Sebagai contoh, Kepala Syahbandar Pelabuhan Tanjung Priok, Arifin Soenardjo mengerahkan pasukan membuat panggung untuk Presiden Jokowi. Belum lagi dipersiapkan pula kapal yang akan membawa Jokowi dan rombongan hingga ke tepian.

"Rencananya Selasa kemarin acara sudah dipersiapkan dari mulai dekorasi panggung, makanan, dan sound sistem oleh Pelindo III. Tapi karena di tunda sampai saat ini," katanya Rabu (22/10).

Tomy Pramono, orang yang bertanggung jawab untuk pengadaan panggung hingga sound system juga mengaku sudah berada di lokasi sejak Ahad (19/10). Ia mengaku diminta untuk mempersiapkan keperluan teknis. “Kami bergantian tidur di dalam kardus barang dan di atas mesin pengangkut peti kemas," katanya.

Jangan lupa pula perangkat kepresidenan seperti pasukan pengaman presiden (paspampres) yang menyisir lokasi dan memastikan keamanan presiden. Belum lagi kapal-kapal yang sempat tertahan untuk berlabuh.

Jokowi mungkin masih belum terbiasa dengan status barunya sebagai presiden. Ia bukan lagi wali kota Solo. Ia juga bukan lagi Gubernur DKI Jakarta. Apalagi Jokowi bukan lagi petugas partai.

Jokowi mungkin juga masih belum terlepas dari gegap gempita kampanye pilpres atau perayaan pelantikannya yang penuh pesta pora. Kala itu, semuanya diatur untuk kepentingan ‘panggung’ dan mencari simpati. Relawan patungan mengumpulkan uang untuk memenuhi kebutuhan pemenangan Jokowi. Uang yang tak perlu pertanggungjawaban alias diikhlaskan oleh si pemberi.

Tapi, sekarang berbeda. Jokowi sudah menjadi orang nomor satu di Indonesia. Bukan kepentingan panggung lagi yang seharusnya dicari. Uang yang digunakan pun tak bisa dihamburkan sesuka hati. Uang yang digunakan itu bukan lagi uang relawan, tapi uang rakyat yang perlu dipertanggungjawabkan walaupun hanya satu rupiah.

Sudah seharusnya, ia mulai berhati-hati menyusun kalimatnya. Sebab, presiden, boleh dikata, tak boleh salah ucap. Boleh dikata, setiap kata yang keluar adalah acuan dan dijadikan kitab. Sudah seharusnya pula, segala tindak tanduknya diperhitungkan masak-masak.

Jika sedari awal sudah dipastikan tak akan ada pengumuman, maka tak perlu ada persiapan apa-apa. Tak perlu ada kapal. Tak perlu ada panggung. Tak perlu ada pengamanan. Tak perlu pula ada orang-orang yang mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran untuk hal yang pada akhirnya dibatalkan.

Meskipun struktur kabinet saat ini jauh lebih penting. Alangkah bijaknya bila ucapan, persiapan, dan rencana diatur secara matang agar tidak terkesan tersia-siakan dan nantinya berpotensi menjadi skandal yang merugikan pemerintahannya.

Ingat Jokowi, Anda sekarang Presiden RI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement