REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis, mengatakan bakal bekerja secara profesional. Meski pun latar belakangnya adalah politisi dan mantan anggota DPR Fraksi Partai Golkar.
Menurutnya, persepsi masyarakat, tak semua politisi tidak profesional. "Kita harus melihat dan memilah mana yang betul-betul profesional. Track record saya sudah keluar dari partai," kata Harry saat dihubungi Republika, Kamis (23/10).
Sesuai aturan, kata dia, anggota BPK tidak boleh menjadi anggota partai. Saat ini, pengunduran dirinya sudah mendapat respons surat keputusan dari Golkar.
Selain itu, Harry mengaku sudah dihubungi Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang berpesan untuk mendengarkan suara rakyat.
"Intinya dengarkan suara rakyat. Yakinlah, insya Allah saya tidak lagi anggota partai," ujarnya.
Dia juga mempertanyakan definisi keterlibatan politik praktis. Misalnya, mendatangi atau didatangi ketua partai apakah termasuk berpolitik.
Sebab, bisa saja yang bersangkutan meminta pengarahan soal pengaturan keuangan negara kepada anggota BPK. "Tapi kalau saya mendukung seseorang sebagai ketua partai apakah berpolitik, mesti dipilah-pilah," jelasnya.
Karenanya, dia akan mengembangkan majelis etik. Sehingga kalau ada perilaku dari anggota BPK yang bertentangan dengan etika jabatan, masyarakat diimbau untuk mengadukan ke mejelis etik.
Hal itu juga terkait dengan adanya isu jual jual beli opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Dia juga akan membangun sistem check and recheck.
Dengan begitu, pegawai BPK bisa segera lapor jika melihat ada yang melakukan pelanggaran. Sehingga jika terjadi manipulasi data, dapat segera diketahui pimpinan.
Menurutnya, untuk menjaga kemandirian itu perlu adanya sistem yang saling mengontrol. "Insya Allah, mudah-mudahan kalau didukung semua pimpinan anggota, BPK ke depan semakin baik," harapnya.