REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) Seto Mulyadi, mengatakan tindakan kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh anak-anak perlu mendapat perhatian khusus. Anak-anak sebagai pelaku tidak bisa diperlakukan sama dengan orang dewasa.
Sebab, katanya, dalam UU No 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menyebutkan pelaku anak-anak harus ada diversi. Salah satunya upaya mediasi. Dia mencontohkan kasusnya Algazali, anak dari musisi Ahmad Dhani yang sudah dilakukan mediasi.
"Sejauh keluarga korban bisa memaafkan itu yang terbaik daripada sekadar memenjarakan. Itu sudah menjadi komitmen undang-undang, untuk anak-anak berbeda dengan orang dewasa," jelas pria yang akrab disapa Kak Seto tersebut di Jakarta Selatan, Kamis (23/10).
Menurutnya, anak-anak tergelincir menjadi korban lingkungan yang tidak kondusif, serta adanya pengabaian dan penelantaran. "Ini yang harus dipakai oleh semua penegak hukum, para lawyer, hakim, dan jaksa," imbuhnya.
Di samping itu, anak-anak yang dipidana harus dibedakan dengan orang dewasa. Pemerintah harus memperhatikan sarana prasarana seperti tempat perlindungan anak yang menjadi pelaku. Seperti pemakai narkoba ada tempat rehabilitasi, supaya diperbaiki menjadi benar.
"Sebab kalau dipenjara anak menjadi stres. Masih tingginya kasus kekerasan anak terhadap anak, ini seperti fenomena gunung es," jelas Kak Seto.
Dia berharap, ke depan semua kekerasan harus dihentikan. Sebab, dampaknya bisa merusak psikologis anak. Kalau dibiarkan, korban akan menjadi pelaku berikutnya.
Sebab, tindakan kejahatan terjadi bukan hanya niat jahat pelaku, tetapi karena ada kesempatan. Masyarakat juga didorong untuk berani melaporkan jika melihat tindakan kekerasan terhadap anak.
"Pada banyak kasus, keluarga justru menutupi, apalagi perkosaan. Ini menjadi surga kaum pedofil di Indonesia. Ini harus berani diungkap supaya bisa dihentikan dan melindungi para korban," tukasnya.