REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemkot Surabaya terus mengupayakan jalan penyelesaian konflik pembangunan pusat grosir Pasar Turi Baru. Untuk itu, Pemkot membentuk tim untuk memeriksa proyek senilai lebih dari Rp 1 triliun itu.
Berbicara kepada wartawan di Balai Kota, Risma menyampaikan, pihak Pemkot berupaya untuk adil dan mengikuti prosedur hukum dalam penyelesaian masalah tersebut. Dia menjelaskan, saat ini tim Pemkot Surabaya sudah bergerak melakukan pemeriksaan mendalam atas kasus tersebut.
Tak tanggung, Risma menugaskan empat orang asistennya untuk menyelidiki proyek bermasalah itu. "Asiten I mengurusi soal hukum dan kontrak, Asisten II masalah fisik bangunan, Asisten III soal aset, termasuk TPS (tempat penampungan sementara), dan asisten IV, soal kesiapan pedagang," ujar alumni ITS Surabaya itu belum lama ini.
Risma menjelaskan, tim sudah mulai bekerja dan akan terus mengumpulkan data hingga akhir pekan ini. Kemudian, menurut Risma, dia akan mengevaluasi pada akhir pekan ini atau awal pekan depan. "Dari sana baru diputuskan itu (proyek pembangunan) bisa diperpanjang atau tidak," ujar dia.
Agar hasil pemeriksaan tersampaikan dengan jelas kepada pihak pengembang, yakni PT Gala Bumi Perkasa, Risma menjelaskan, dia meminta tim untuk menyampaikan presentasi langsung dihadapan pengembang.
"Supaya penilaiannya itu fair, mereka akan presentasi sendiri apa kekurangannya dan sebagainya. Kalau cuma aku yang ngomong, kalau gak begitu nanti disangkanya sewenang-wenang, emosional dan marah-marah thok," kata dia.
Hingga kini, Risma bersikukuh bahwa pihak pengembang telah ingkar dari kesepakatan dalam kontrak. Salah satunya, menurut dia adalah soal keterlambatan pembangunan yang seharusnya selesai 14 Februari lalu.
Kadung kecewa terhadap pengembang dan terus mendapatkan tekanan dari warga, Risma berupaya menyiasati agar agar pedagang yang kini berjualan di tempat penampungan sementara (TPS) tidak dirugikan lebih lama lagi. Risma juga menolak permintaan pengembang untuk segera membongkar TPS dan memindahkan pedagang ke kios Pasar Turi Baru yang belum rampung sepenuhnya.
Sementara itu, selain mengeluhkan keterlambatan, para pedagang juga mengaku geram terhadap pihak pengembang karena ditarik berbagai biaya di luar kesepakatan. Pedagang juga mengaku dipaksa membeli berbagai fasilitas seperti rak dan lain sebagainya, hanya dari pengembang.
Sebelumnya, terkait molornya pembangunan, Direktur Utama PT Gala Bumi Perkasa Hendry J Gunawan beralasan bahwa kondisi lahan yang akan dibangun tidak dalam kondisi siap bangun ketika diserahkan Pemkot. Menurut Hendry, keberadaan tempat penampungan sementara untuk pedagang di sekitar proyek menjadi salah satu hambatan. Hal tersebutlah yang menurut dia menjadi kendala.
Terkait dengan keluhan Hendry, sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur merekomendasikan perpanjangan dari tenggat 14 Februari menjadi 14 Oktober. Namun, hingga waktu yang ditentukan, pasar dengan 6500 kios itu itu belum juga rampung.
Meski begitu, Wali Kota Risma mengaku tidak bisa serta merta mengambil alih karena harus dipersoalkan secara hukum. Menurut Risma, isi kontrak proyek tersebut memuat sejumlah kelemahan di sisi Pemkot Surabaya.
Untuk diketahui, pembangunan Pasar Turi Baru disepakati pada era Wali Kota pendahulu Risma, yakni Bambang DH. Dalam kontrak tersebut, disepakati mekanisme kerjasama build-operate-transfer (BOT), di mana aset akan dikembalikan investor kepada Pemkot dalam jangka waktu 25 tahun.