Rabu 22 Oct 2014 09:31 WIB

Astaghfirullah, 400 Hektare Sawah Kekeringan

  Bendungan Katulampa yang kekeringan akibat musim kemarau, Bogor, Senin (6/10). (foto : MgROL30)
Bendungan Katulampa yang kekeringan akibat musim kemarau, Bogor, Senin (6/10). (foto : MgROL30)

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Hamparan sawah petani di desa Naibonat dan Oesao Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) sekitar 400 HA yang tersebar di Tetkolo, Airbaun, Wilakdale dan Supdale kekeringan akibat kemarau panjang.

"Kami prihatin dengan tanaman sawah yang tengah tumbuh namun terancam tidak berkembang karena debit air dari kali Oesao dan sumber air Pukdale mulai turun drastis mencapai sekitar 40 persen," kata Aditya Loloin (50) petani sawah panas di Naibonat, Kupang, Rabu.

Menurut dia, saat ini sekitar 200 petani yang ikut menggarap sawah di Tetkolo desa Pukdale benar-benar cemas, karena menurunnya debit air baru sejak musim kemarau 2014, sangat drastis.

"Dua tahun sebelumnya debit air Pukdale Oesao tidak pernah menurun seperti yang terjadi saat ini," katanya.

Ia mengaku secara teknis tidak mengetahui secara pasti berapa persen penurunan debit air Pukdale yang mengairi ratusan hektar lahan sawah di Kupang Timur dan sebagian Kupang Tengah.

"Penurunan debit air baru diketahui petani, ketika pematang sawah petani yang letaknya paling ujung lokasi persawahan mulai tidak mendapatkan pasokan air, saat itu baru diketahui kalau debit air mulai berkurang," katanya.

"Sejak akhir Juli hingga Agustus bahkan sampai hari ini sudah ada 45 petani sawah yang membuat pengaduan ke ketua kelompok tani air terkait tidak lagi mendapat pasokan air ke pematang sawahnya," katanya.

Sebagai solusi sementara, para petani sawah sepakat mulai menghemat air dengan membagi jadwal pendistribusian air ke setiap pematang sawah petani.

Hal ini (kekurangan debit air akibat kemarau panjang) juga dibenarkan Semi Mahuri (41) petani sawah di kampung Baru Kelurahan Oesao, Kabupaten Kupang.

Ia mengaku untuk mengatasi kekurangan air untuk tanaman sawah yang tengah tumbuh dan berkembang terpaksa menggunakan air sumur bor yang selama ini digunakan untuk mandi untuk menyiram tanaman hortikultura yang ada dekat rumah tinggal.

Dia mengatakan pemanfaatan ini terpaksa ditempuh dalam dua minggu sekali, karena air summur bor itu juga harus bagikan pemanfaatannya untuk air minum, mandi, cuci dan kakus (MCK), sehingga harus hemat benar.

"Jadi ditetapkan jadwal secara bergilir pada hari tertentu dalam sepekan atau dua pekan air disedot secara bertahap sehingga semua pematang sawah bisa diairi pada saatnya," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement