Senin 20 Oct 2014 04:36 WIB

'Revolusi Mental dalam Sistem Pembelajaran Tidak Mensyaratkan Siswa Menghafal'

Rep: Dyah Ratna Meta/ Red: Indira Rezkisari
Anak sekolah
Foto: Edi Yusuf/Republika
Anak sekolah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua PGRI Sulistiyo mengatakan, gagasan revolusi mental presiden terpilih Jokowi perlu direspons positif dan dijadikan paradigma pembangunan, khususnya manusia Indonesia seutuhnya. Revolusi mental memberikan arah baru bagi operasi pendidikan, Ahad, (19/10).

Revolusi mental dalam sistem pembelajaran, ujar Sulistiyo, dilakukan dengan tidak mensyaratkan siswa menghafal sejumlah pengetahuan tingkat rendah dengan uji kognitif tingkat rendah seperti Ujian Nasional (UN). Mutu pendidikan diwujudkan melalui penciptaan iklim sekolah dan pembelajaran yang mencerdaskan sehingga dapat membantu siswa belajar optimal dan mandiri.

Faktor terkuat dalam mewujudkan revolusi pembelajaran, kata Sulistito, adalah guru profesional yang disiapkan oleh Lembaga Pendidikan Tinggi Kependidikan (LPTK) yang berkualitas dan terstandar. Ini juga harus  dilengkapi dengan sistem sertifikasi yang terpercaya.

Pemerintah, ujar Sulistiyo, harus memprioritaskan LPTK yang bermutu, profesional, berkelas dalam jumlah terbatas tetapi sesuai kebutuhan. "Tidak adanya sistem merit membuat LPTK dianggap sebagai perguruan tinggi kelas dua sehingga anggaran untuknya juga kecil,"ujarnya.

Akibatnya, kata Sulistiyo, guru yang dihasilkan juga kurang bermutu. Keadaan lebih buruk lagi karena sebagian besar calon guru malah dihasilkan LPTK swasta yang kualitasnya di bawah standar.

PGRI, ujar Sulistiyo, berharap pada era pemerintahan Jokowi ini, menteri pendidikan yang diangkat merupakan ahli dalam bidang pendidikan. Sehingga kebijakan yang dibuatnya mendukung LPTK menjadi prioritas tinggi karena sebagai penghasil guru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement