REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menanggapi kasus diskriminasi antarumat beragama yang masih dianggap sepele padahal krusial, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin ingin mengupayakan dengan terus membangun dialog. Langkah ini diharapkan akan membuat terjadinya saling pengertian antarmasyarakat yang memiliki keyakinan beragam.
Dikatakannya, salah satu penyebab benturan antarkeyakinan di masyarakat adalah adanya kelompok-kelompok yang masih berpandangan khas, di mana mereka merasa diri dan kelompoknyalah yang paling suci sehingga merasa berhak "memerangi" atau menyerang yang berbeda dari mereka.
Atau ada pula pandangan khas lainnya, di mana sebagian kelompok tampak berlomba-lomba memperbanyak pengikut dan merasa khawatir jika pengikutnya berpindah pada ajaran atau keyakinan lain. Padahal menurut pemahamannya, agama adalah rahmat. "Bukan dari kuantitas, tapi dari bagaimana kita mengekspresikan ajaran agama masing-masing, misalnya Islam, sehingga mempesona," ujarnya kepada Republika, Sabtu (18/10).
Pandangan semacam inilah yang menurutnya mesti terus didialogkan. Sehingga mereka mengerti bahwa perbedaan adalah rahmat. Sama sekali bukan untuk mencari siapa yang salah, siapa yang paling berhak atau siapa yang paling benar. Sebab, lanjut dia, karena berbedalah kita dituntut untuk arif menyikapi perbedaan, bukan memaksakan diri untuk menyeragamkannya. "Agar kita semua bisa saling mendengar, saling memahami," tuturnya.
Syarat utama dialog, katanya, diawali kesediaan untuk bertemu, mendengar, serta kesediaan untuk menyampakian unek-unek dengan ikhlas. Itu harus dilakukan karena kebanyakan orang tak mau bertemu karena terlalu besarnya rasa tidak suka kepada orang lain khawatir akan kehilangan milik penting yang selama ini merasa dikuasainya.