REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan berlakunya Pasal 59 UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPLNI). Untuk memperpanjang kontrak kerja, TKI tidak perlu kembali ke tanah air.
"Menyatakan menerima permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan dalam Ruang Sidang Pleno Gedung MK Jakarta, Kamis (16/10).
Mahkamah menilai Pasal 59 UU PPLNI dinilai bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 karena merugikan hak konstitusi TKI yang kontrak kerjanya telah habis.
Pasal 59 berbunyi 'TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan yang telah berakhir perjanjian kerjanya dan akan memperpanjang perjanjian kerja TKI yang bersangkutan harus pulang lebih dahulu ke Indonesia.'
Pengguna jasa TKI menurut Pasal 1 angka 7 UU a qou adalah instansi pemerintah, badan hukum pemerintah, badan hukum swasta, dan/atau perseorangan.
TKI yang bekerja pada instansi pemerintah ditempatkan oleh pemerintah dengan dasar perjanjian tertulis antara pemerintah dengan pemerintah negara pengguna TKI.
Sedangkan, TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan ditempatkan oleh PPTKI Swasta (PPTKIS) melalui mitra usaha di negara tujuan.
Menurut Mahkamah, jika perbedaan tata cara penempatan tersebut dikaitkan dengan ketentuan Pasal 59 justru memunculkan diskriminasi. Lantaran TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan diwajibkan pulang terlebih dahulu ke Indonesia jika perjanjian kerjanya berakhir untuk memperpanjang perjanjian kerja.
Berbeda dengan TKI yang bekerja pada instansi pemerintah tidak diwajibkan pulang jika perjanjian kerjanya berakhir.
"Menurut mahkamah adalah kontraproduktif jika ketentuan yang mengharuskan pulang terlebih dahulu ke Indonesia yang dimaksud oleh Pasal 59 ternyata justru menyulitkan TKI bersangkutan untuk kembali bekerja pada majikan yang sama atau setidaknya memperoleh kembali pekerjaan dengan kualitas yang sama," ujar hakim konstitusi Arief Hidayat membacakan pertimbangan mahkamah.
Padahal, lanjut Arief, jika tidak pulang terlebih dahulu ke Indonesia, TKI bersangkutan dapat bekerja pada majikan dan/atau kualitas pekerjaan yang sama.Selain itu, Pasal 59 UU a qou juga tidak memberikan perlindungan kepada TKI.
Menurut mahkamah, norma pasal tersebut dan implikasinya justru mengikat TKI. Pasal tersebut justru menghilangkan atau berpotensi menghilangkan kesempatan bagi TKI untuk memperpanjang perjanjian kerja.
"Dari pada mengharuskan TKI pulang terlebih dahulu ke Indonesia jika akan memperpanjang perjanjian kerja, menurut mahkamah lebih tepat jika pemerintah melakukan advokasi mengenai hak libur bagi TKI di luar negeri agar dapat dimanfaatkan untuk pulang ke Indonesia sewaktu-waktu, sehingga TKI tersebut lebih memiliki keluluasaan untuk mengatur sendiri kapan akan pulang ke Indonesia yang disesuaikan dengan kondisi pekerjaannya," jelas Arief.
Kuasa hukum pemohon Sondang Tampubolon mengapresiasi putusan MK ini. Karena itu, dia berharap putusan ini segera disosialisasikan terutama terkait masa kerja TKI yang habis kontrak.
"Selama ini kan mereka (TKI) wajib pulang ke Indonesia. Dengan adanhya putusan ini, jadi kalau selama visanya masih berlaku mereka masih bisa bekerja dii majikan yang sama. Selama ini kan kalau visanya habis mereka kembali ke Indonesia. Saat pulang ke sana, kesempatan kerjanya sudah tidak ada lagi," ujar Sondang.
Sebelumnya, sekelompok warga negara yang diwakili Arni Aryani mengajukan pengujian Pasal 10 hurub b, Pasal 58 ayat (2), Pasal 59, dan Pasal 60 UU PPLN. Pemohon menilai berlakunya pasal-pasal itu telah membatasi hak TKI mengurus perpanjangan kontraknya secara mandiri.
Misalnya, Pasal 58 ayat (2) dinilai pemohon menyebabkan tidak adanya jaminan bagi para pemohon untuk kembali bekerja pada majikan yang sama. Bahkan, dengan adanya ketentuan itu, para TKI berpotensi kehilangan kesempatan kerja karena PPTKIS sering mempersulit TKI mengurus perpanjangan kerja dan banyak fakta perusahaan PPTKIS tidak diketahui keberadaannya.