REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim menilai pembanguan "Giant Sea Wall" yang bernilai ratusan triliun rupiah bisa bencana ekologis dan menyingkirkan nelayan dari ruang hidupnya.
"Proyek ini sangat merusak ekosistem pesisir Teluk Jakarta, kerusakan hutan mangrove dan terumbu karang akan menyebabkan bencana ekologis yang lebih besar," katanya di Jakarta, Rabu (15/10).
Halim menjelaskan dalam pelaksanaan reklamasi pantai Jakarta seluas 2500 hektar, sepanjang tahun 2000-2011 sedikitnya 3.579 kepala keluarga nelayan tergusur.
"Dalam proyek ini sedikitnya 16.855 nelayan akan kembali lagi di gusur dari ruang hidup dan ruang usahanya," katanya menambahkan.
Ia mengatakan proyek ini memiliki banyak masalah selain menyingkirkan warga dan nelayan juga ternyata tidak bisa menyelesaikan persoalan banjir dan krisis air warga Jakarta.
"Bencana ekologis pasti terjadi seperti hilangnya ikan diperairan utara Jakarta, mengurangi potensi pariwisata bahari karena rusaknya laut serta abrasi di pesisir teluk Banten maupun pantai utara Jawa," papar Abdul Halim.
Ia mengatakan proyek ini juga akan mengorbankan perempuan nelayan yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga nelayan dalam membantu mengolah ikan secara tradisional.
Salah satu solusi alternatif yang dapat dilakukan dengan menjalankan konsep "River Dike" seperti yang disampaikan oleh Ketua Kelompok Teknik Kelautan ITB Muslim Muin.
"Konsep ini lebih murah daripada pembangunan "Giant Sea Wall" cukup dengan tanggul sepanjang pantai pada daerah yang mengalami penurunan tanah dan mempertinggi tanggul sungai dan tidak perlu menutup fasilitas yang sudah ada," tutupnya.