REPUBLIKA.CO.ID,Jakarta -- Pengamat INDEF, Enny Sri Haryati mengatakan bahwa tidak ada artinya pertumbuhan ekonomi tinggi namun ketimpangan pendapatan melebar.
"Pertumbuhan ekonomi sampai 8 persen pun jadi percuma dan tidak berarti. Ini berarri kesejahteraan tidak dnikmati semua masyarakat," katanya kepada Republika, Rabu (15/10).
Ketimpangan pendapatan yang lebar adalah indikasi pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil. Hal ini menunjukkan bahwa golongan yang miskin tidak bisa berkontribusi maksimal dalam pembangunan. Padahal yang menjadi jaminan pertumbuhan berkelanjutan adalah kontribusi semua golongan.
Enny mencontohkan, di Cina juga terjadi ketimpangan pendapatan yang lebar. Namun pertumbuhan ekonomi di negara tersebut sudah sangat tinggi meskipun naik-turun.
"Pertumbuhan terus terkoreksi akibat pembagian kue pembangunan tidak rata," kata Enny.
Pemerintah mendatang harus serius membangun sektor riil untuk menghapus masalah ketimpangan pendapatan. Sektor riil punya peluang besar untuk menghasilkan pertumbuhan yang berkelanjutan dan melibatkan banyak pihak, termasuk pemilik modal, sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber daya alam. Salah satu sektor yang bisa digarap maksimal adalah pertanian.
"Kita punya potensi pertanian yang hampir absolut, bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa," kata Enny.
Namun dibutuhkan tangan-tangan terampil agar sektor pertanian tidak hanya menguntungkan pemilik modal.
Enny pun berharap pemerintah mendatang banyak melakukan hilirisasi di sektor riil yang meyerap tenaga kerja. Untuk itu para menteri yang terpilih haruslah mereka yang menganut ideologi kerakyatan.
"Jadi ketika kabinet baru dimulai, pemerintah mampu mengembalikan arah kebijakan ekonomi yang berbasis kerakyatan," kata Enny.