REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengaruh karbon dioksida (CO2) terhadap panas sebenarnya seperti efek gas rumah kaca. Pengamat lingkungan ITB, Ibnu Sofyan menjelaskan, sinar matahari diserap bumi melalui gelombang pendek, lalu panasnya dilepaskan dengan gelombang panjang.
"Hanya saja kalau efek gas rumah kaca, panasnya diserap bumi namun tak dilepaskan lagi keluar, sehingga tanahnya jadi hangat," ujarnya kepada Republika, Selasa, (14/10).
Ia menambahkan, bukan hanya CO2 yang memengaruhi panas bumi, tetapi juga uap air. Di wilayah Jakarta, lanjutnya, banyaknya kendaraan juga cukup memengaruhi cuaca panas. Meski begitu, belum dapat dipastikan sejauh mana pengaruhnya, karena penelitian terkait itu belum selesai.
Ia menjelaskan, tanaman dapat menurunkan suhu beberapa derajat di sekitarnya, sehingga akan terasa lebih sejuk. Beragam bangunan tinggi pun berdampak pada suhu, terutama gedung beton. Menurutnya, bahan beton lama menyerap serta melepaskan panas, sehingga udara di sekitar gedung terasa lebih hangat.
Bila sebelumnya jarak suhu antara siang dan malam cukup jauh, kini malah dekat. Malam tak dingin lagi melainkan sama tingginya dengan siang. "Itu akibat banyaknya gedung beton. Sama seperti air, air juga lama menyerap dan melepas panas sehingga kalau malam air lebib hangat," jelasnya.
Baginya masalah di Jakarta memang sudah kompleks. Menurutnya solusi terbaik adalah dengan menanam pohon di mana saja. "Tanaman bisa ditanam di atas gedung atau di bawah jalan tol, pokoknya menghijaukan apa yang bisa dihijaukan," katanya.