REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Pengamat Politik Syamsuddin Anggir Monde mengatakan para elit politik tidak menghargai para pejuang dan para pemimpin sebelummya. Pasalnya meski pemerintah sudah beberapa kali ganti tidak ada satupun yang berani menentukan status hukum atas mantan Presiden Sukarno dan Soeharto yang ada dalam Tap MPRS 33/1967 dan juga Tap MPR No. 11/1998.
"Sebagai contoh kecil yaitu tidak ada yang berani memperjuangkan pencabutan Tap MPRS 33/1967 dan juga TAP MPR No. 11/1998," katanya saat menyampaikan pendapatnya kepada ROL, Kamis (13/10).
Kata Syamsuddin, dalam Tap MPRS 33/1967 disebutkan jika presiden Soekarno menjadi penghianat bangsa dengan mendukung Partai Komunis Indonesia (PKI). Dan dalam TAP MPR No. 11/1998 disebutkan jika presiden Suharto terlibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Ia menambahkan, isi dari Tap MPRS No. 33/1967 tersebut diplesetkan dari yang sebenarnya, Soekarno mendukung Indonesia yang komunitis disalah artikan menjadi mendukung paham komunis.
"Bila Soekarno dianggap sebagai penghianat seperti isi TAP MPRS No. 33/1967, ini kacau, gila namanya. Karena Soekarnolah yang memerdekakan Indonesia, masa dia dianggap mendukung PKI," ujarnya.
Syamsuddin berkata, tanpa Soekarno dan pejuang lainnya Indonesia tidak akan sampai pada pintu gerbang kemerdekaan, untuk itu TAP tersebut harus segera di cabut.
Sementara mengenai TAP MPR No. 11/1998 yamg menjelaskan bahwa Soeharto terlibat KKN juga harus dicabut, karena sampai saat ini, tuduhan terhadap Soeharto itu tidak terbukti. kata dia biar bagaimanapun Soeharto mempunyai peran penting untuk pembangunan Indonesia dengan konsepnya Repelita.