REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta sekolah meningkatkan pengawasan terkait kasus kekerasan murid SD Trisula Perwari Bukittinggi. Video kekerasan tersebut diunggah di situs Youtube.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Susanto, mengatakan sebenarnya seluruh anak di lingkungan sekolah tidak dibenarkan mendapatkan kekerasan dari siapapun termasuk guru, tenaga kependidikan atau peserta didik lain.
Hal itu sesuai dengan UU Perlindungan Anak hasil revisi tahun 2014, pasal 54 yang menyatakan tenaga pendidik, tenaga kependidikan maupun peserta didik di lingkungan sekolah tidak dibenarkan melakukan tindakan kekerasan.
"Karena sekolah yang bertanggung jawab untuk keamanan dan kenyamanan siswanya, termasuk aktivitas bullying atau yang lain," kata Susanto saat dihubungi Republika, Ahad (12/10).
Menurutnya, kasus kekerasan tersebut sejatinya bagian kecil dari bullying. Bullying telah menjadi persoalan pelik di sekolah. Sekolah harus steril terhadap kekerasan karena secara institusi yang bertanggung jawab.
Menurutnya, pelaku kekerasan meskipun anak, diposisikan sebagai korban. Bisa korban sistem sekolah yang kurang safety, kekerasan dianggap hal permisif, atau terinspirasi tindakan kekerasan di lingkungannya.
"Anak-anak meski SD, pelaku diposisikan sebagai korban, kami prihatin dunia pendidikan seperti itu," ujarnya.
Dalam menangani kasus tersebut, lanjutnya, memang butuh keseriusan. Sekolah harus memastikan perlindungan anak, dan harus ada mekanisme penanganan kasus-kasus kekerasan. Selain itu, sekolah harus membuat formula baru sistem keamanan, pengawasan dan punishment.
"Kalau tidak, dikhawatirkan bisa menginspirasi anak melakukan tindakan kekerasan kepada teman lain," imbuhnya.
Video kekerasan di salah satu SD swasta di Bukittinggi tersebut berjudul Kekerasan Anak SD dengan durasi 1 menit 52 detik. Dalam video tersebut terlihat seorang siswi SD berseragam mendapatkan pukulan dan tendangan dari teman laki-laki dan perempuan di dalam kelas.