Ahad 12 Oct 2014 00:09 WIB

Sistem Presidensial Filter Presiden dari Pemakzulan

Pengumuman Jumlah Kabinet. Presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla menggelar konferensi pers di Rumah Transisi, Jakarta, Senin (15/9). Dalam konferensi pers ini Jokowi-JK mengumumkan komposisi kuantitatif dari kabinetnya tetap 34 p
Foto: Republika/Wihdan
Pengumuman Jumlah Kabinet. Presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla menggelar konferensi pers di Rumah Transisi, Jakarta, Senin (15/9). Dalam konferensi pers ini Jokowi-JK mengumumkan komposisi kuantitatif dari kabinetnya tetap 34 p

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengamat politik dari UGM Ari Dwipayana menilai kegaduhan politik yang terjadi dalam proses pemilihan pimpinan DPR dan MPR merupakan proses yang wajar dalam sistem pemerintahan demokratis.

"Itu tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Mengapa? Pertama, dalam konstitusi RI, terutama pasca amandemen, kekuasaan Presiden diperkuat. Dalam sistem presidensial, presiden adalah single chief of executive sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara," kata Ari, Sabtu (11/10).

Berdasarkan pasal 4 UUD RI , Presiden memegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan UUD. Selain itu, Presiden juga memegang kekuasaan dalam membentuk UU, dimana setiap UU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan pesertujuan bersama seperti disebutkan dalam pasal 20 ayat 2 UUD RI.

"Jika UU itu tidak mendapatkan persetujuan bersama, RUU itu boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. Dengan demikian, perbedaan konstelasi politik antara legislatif dengan eksekutif harus dipandang sebagai bagian dari bekerjanya check and balances dalam sistem pemerintahan yang demokratis," ujarnya.

Sejak tahun 2004, Presiden bukan lagi mandataris MPR, tapi Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam Pemilu. Itu artinya, jelas Ari, Presiden mendapatkan mandat elektoral langsung dari rakyat untuk menjalankan pemerintahannya.

Dengan mandat elektoral 52,3 % dalam pemilu Presiden 2014, Presiden terpilih tidak bisa begitu saja dimakzulkan oleh DPR, karena harus memenuhi pasal 7A dan dan 7B UUD RI dan usul pemberhentian Presiden harus diperiksa, diadili dan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.

"Dengan demikian, upaya memakzulkan Presiden tidak semudah dibayangkan, karena harus melewati proses politik dan hukum yang panjang," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement