REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Tulus Abadi meragukan komitmen pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Khususnya dalam meratifikasi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC).
Hal ini karena Jokowi disokong PDI Perjuangan yang pernah menjegal ratifikasi tersebut. Hanya saja bukan berarti di era Pemerintahan Jokowi-Jk tidak ada harapan.
faktor independensi Jokowi bisa menjadi kunci utama. "Apabila Jokowi mampu menunjukkan independensinya maka dia dapat menyetujui FCTC."
Oleh karena itu ia berharap Jokowi memiliki independensi saat memimpin Indonesia nanti. "Janganlah dia menjadi pemimpin boneka yang dikendalikan pihak lain yang lebih berkuasa. Jika mampu independen maka FCTC bisa segera diaksesi," katanya.
Dia mengatakan sejauh Indonesia belum kunjung mengaksesi FCTC. Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia yang belum menandatangani FCTC.
Sementara saat ini ada setidaknya 178 negara di dunia yang meratifikasinya. Hal ini menjadi ironi karena Indonesia sebagai penggagas kuat FCTC.
FCTC sendiri merupakan traktat internasional pertama yang dibahas dalam forum Organisasi Kesehatan Sedunia/WHO. Kerangka kerja itu merupakan konvensi internasional di bawah PBB yang bertujuan untuk mengendalikan dan mengatasi zat adiktif dari tembakau.
Pasal-pasal dalam FCTC menegaskan pentingnya strategi pengurangan permintaan terhadap produk tembakau. Fokus utama FCTC adalah mencegah orang merokok daripada mengobati kecanduannya.
Indonesia, sebagai salah satu negara yang merintis FCTC, merupakan satu-satunya negara di Benua Asia dan anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang belum mengaksesi atau meratifikasi FCTC.