REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Musa As’arie mengatakan institusi akademik berkewajiban memberikan kontribusi aktif dalam menemukan solusi yang sistematis terhadap berbagai permasalahan bangsa.
Salah satunya, ‘revolusi mental’ yang dicanangkan presiden terpilih Joko Widodo jangan hanya menjadi slogan. Menurutnya UIN sebagai institusi akademik harus ikut mencari solusi untuk menemukan langkah-langkah pengimplementasiannya.
Musa menjelaskan ketika Joko Widodo mencetuskan tentang revolusi mental, cukup sulit untuk menerapkan dunia nyata pada berbagai aspek pembangunan bangsa. Karena itu, ia mengharapkan agar konsep revolusi mental tersebut tidak hanya menjadi konsep di langit saja, tetapi bisa menjadi konsep yang membumi.
"Misalnya, apakah revolusi mental di bidang ekonomi bisa membawa rakyat sejahtera, kesenjangan kaya dan miskin bisa dipersempit, dan korupsi semakin mengecil. Itu tujuan revolusi mental," kata kepada Republika di Yogyakarta, Kamis (9/10).
Ia melanjutkan, selain itu bagaimana revolusi mental itu berpengaruh terhadap pembangunan politik. Seperti diketahui saat ini pembangunan politik Indonesia tidak lagi menempatkan hati nurani moral sebagai unsur utama dalam politik. Sebab unsur utama politik adalah kekuasaan yang sering direbut dengan segala cara.
"Dalam kondisi politk Negara yang sudah begitu rusaknya, bisa tidak revolusi mental itu menyelesaikannya," katanya.
Kemudian dalam pembangunan agama, saat ini banyak sekali korupsi justru dilakukan tokoh-tokoh lembaga-lembaga agama. Banyak juga kekerasan di masyarakat yang mengatasnamakan agama.
"Bisa tidak revolusi di bidang agama membuat kerukunan beragama itu menjadi produktif, memperkuat persatuan, bisa meningkatkan rasa hormat bila terjadi perbedaan," jelasnya.
Pemerintahan Joko Widodo yang sudah mencetuskan revolusi mental harus bisa menjabarkan di semua aspek kehidupan.
Sehingga ke depan aspek kehidupan masyarakat itu berubah menjadi lebih baik, makin sejahtera, dan semakin adil. "Lalu standarnya seperti apa?" ucapnya.
Ia mengatakan perguruan tinggi harus membantu memberi masukan mengenai langkah-langkah strategis, yang bisa mengimplementasikan revolusi mental ini. Sehingga langkah-langkah tersebut bisa mengubah mental birokrat yang akan mewujudkan pembangunan lebih baik.
"Perguruan tinggi tidak boleh tutup mata terhadap persoalan ini. Ini tidak ada hubungannya dengan ingin mendapatkan kekuasaan. Tidak ada maksud itu. Kalau perguruan tinggi tidak mau memikirkan hal ini, siapa yang mau memikirkan," jelasnya.
"Karena itu, perguruan tinggi tidak boleh menjadi menara gading, harus berbicara untuk memberikan solusi persoalan bangsa," katanya.