REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku prihatin dengan tuduhan telah menyuap wartawan, terkait kebijakannya memberangkatkan sejumlah wartawan ke Jerman untuk mengikuti pelatihan jurnalistik.
"Saya paling anti dengan praktik suap. Termasuk suap untuk wartawan. Tidak akan pernah saya memberi amplop Rp 150 ribu, hanya untuk satu berita tentang saya dimuat di media,'' katanya di Baturraden, Kabupaten Banyumas, Kamis (9/10).
Ganjar menegaskan, kalau kalangan wartawan tidak setuju dengan kebijakan itu, maka dia akan mencoret anggaran yang sudah dialokasikan untuk itu. ''Tidak ada masalah bagi saya. Saya melakukan itu, awalnya juga hanya didasari keinginan saya agar profesi wartawan di Jateng menjadi lebih baik,'' jelasnya.
Soal pelatihan jurnalistik di Jerman, Ganjar mengaku kegiatan tersebut sebenarnya sudah didiskusikan dengan wartawan. Hal ini lebih merupakan semacam kompensasi, karena sejak awal jabatannya sebagai Gubernur, dia telah berkomitmen untuk menyetop pemberian amplop untuk wartawan.
Pada masa awal kebijakan itu diterapkan, Ganjar mengaku banyak mendapat caci maki. ''Saya di-bully habis-habisan oleh wartawan. Namun saya berketetapan hati untuk tidak memberi amplop kepada wartawan,'' ujarnya.
Untuk mengganti masalah amplop, Gubernur lantas menggantinya dengan kegiatan lain berupa lomba jurnalistik bagi wartawan. Hadiah lomba bisa berupa laptop, kamera atau alat lainnya, yang bisa menunjang pekerjaan wartawan. ''Ini sudah saya lakukan,'' katanya.
Setelah itu, kata dia, dia berinisiatif untuk mengirimkan wartawan yang berprestasi agar mengikuti pelatihan jurnalistik ke media besar di luar negeri agar kemampuannya meningkat.
''Tapi kalau mau didatangkan ke sini saja ya saya manut. Tapi dulu usulannya ngga kaya begitu,'' ujarnya.
Rencana Ganjar memberangkatkan sejumlah wartawan untuk pelatihan jurnalistik di Jerman, sebelumnya mendapat kritik dari sejumlah wartawan lainnya. Alasannya, karena biaya pelatihan tersebut dibebankan pada APBD.
Mereka menilai, Pemerintah Provinsi tak wajib mendidik wartawan. Sebaliknya perusahaan media dan organisasi profesi wartawan lah yang wajib mendidik wartawan. Terkait kritik tersebut, Ganjar balik mempertanyakan bagaimana kondisi kesejahteraan jurnalis saat ini.
Dari pembicaraan dengan wartawan, dia bahkan mengetahui masih banyak wartawan yang mendapat upah di bawah upah minimum kabupaten. ''Kalian berani tidak berteriak ke pimpinan media anda, kalau mereka sudah melanggar HAM karena tidak memberikan upah layak bagi jurnalis,'' katanya.
Ganjar mengaku, pada prinsipnya akan dengan senang hati menerima jika wartawan tidak menggunakan uang APBD untuk kegiatan apa pun.
Ia juga senang jika wartawan membuat pelatihan jurnalistik dengan kemampuan sendiri. ''Saya akan sangat senang jika wartawan bisa melakukan hal itu,'' katanya.