REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- kontroversi pembangunan pelabuhan internasional Cilamaya terus berlanjut. Terkini, wakil gubernur Jabar, Deddy Mizwar mengatakan bahwa proyek tersebut bisa merugikan negara hingga Rp 11,6 miliar perhari.
''Opportunity lost nya sangat besar. Dari PLN saja sebesar Rp 5,5 M, sementara dari pupuk kujang Rp 6,1 M perhari. Kalau itu dua tahu, ya hitung sendiri,'' kata Wagub kepada Republika usai menghadiri rapat paripurna DPRD Jabar, Kamis (9/10).
Kerugian tersebut berdasarkan perhitungan dari terputusnya aliran gas sebanyak 200 ribu barel perhari. Bahkan, kata Deddy, apabila pipapipa tersebut dipendam, bukan dipindahkan, membutuhkan biaya hingga Rp 6 triliun.
Karena itu, Deddy mengatakan bahwa proyek tersebut terlalu dipaksakan oleh pemerintah pusat. Karena wagub menggarai ada main mata dalam proyek ini. ''Jangan -jangan nanti ada unsur korupsi disana. Orang lain yang mau bikin pelabuhan, kok negara yang dirugikan,'' ujarnya.
Oleh karenanya, wagub meminta negara harus segera mengkonsultasikan permasalahan ini kepada KPK. Menurutnya, ada tempat yang lebih potensial untuk dibangun pelabuhan. Yaitu daerah Indramayu, tepatnya di Balongan.
Disana, kata wagub. Tidak perlu memindahkan sesuatu yang sulit. Karena memang infrastrukturnya sudah siap. Bahkan, kapal -kapal tanker besar sudah ada yang berlabuh disana. ''Ini ngotot mau disana (Cilamaya, Red). Ada agenda apa, padahal itu lumbung padi Jawa Barat,'' serunya.
Wagub sendiri bukan ingin menghambat proyek tersebut. Namun, menurutnya pembangunan ini harus melalui kajian yang matang. ''Saya setuju dimana saja. Asal kajiannya tidak ada masalah. Ini kan Jepang yang ingin dekat dengan mitra kerjanya disana,'' ungkap Deddy.
Karena menurut Deddy, sebagian besar investasi Jepang terutama dibidang industri, ada di wilayah karawang.