REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana proyek Giant Sea Wall berupa bendungan raksasa di Teluk Jakarta menuai keragu-raguan yang kuat termasuk Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) karena tidak memiliki cukup bukti ilmiah tidak akan merusak lingkungan.
Ia mengatakan Belanda yang berada di kawasan subtropis tentu memiliki karakteristik pesisir yang berbeda dengan Indonesia yang berada di perairan tropis. Nilai ekologis, ekonomis, dan sosial ekosistem pesisir sub-tropis tidak lah setinggi nilai ekosistem pesisir tropis.
Oleh karena itu, Abdul mengatakan pendekatan reklamasi dan pembangunan tembok raksasa di Teluk Jakarta juga menjadi tidak relevan dan lemah secara argumentasi ketika harus mengorbankan ekosistem pesisirnya.
Secara logika, lanjutnya, bendungan tentu akan memperlambat debit air yang mengakibatkan pendangkalan sungai-sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Akibatnya, biaya yang besar juga diperlukan untuk normalisasi sungai-sungai tersebut.
Belum lagi kemunduran garis pantai yang diakibatkan proses sedimentasi yang berkurang seiring rusaknya hutan mangrove sebagai perangkap alami sedimen dari daratan maupun lautan.
Selain itu, Abdul mengatakan proyek Giant Sea Wall ini potensial menggusur 16.855 nelayan Jakarta baik yang menetap maupun pendatang. Sedangkan persoalan banjir dan krisis air yang menjadi ancaman serius bagi keselamatan warga Jakarta tetap tidak terjawab dengan proyek tersebut.