REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Indonesia bakal menghadapi persoalan serius dalam hal ketersediaan krisis air bersih, pada tahun 2025 mendatang.
Meningkatnya populasi penduduk serta menurunnya kualitas lingkungan menjadi faktor pendukung krisis air bersih ini.
Hal ini terungkap dalam workshop Membangun Forum CSR untuk Pembangunan Air bersih dan Sanitasi, yang digelar Indonesia Urban Water, Sanitation, and Hygiene (IUWASH), di Hotel Noormans, Semarang, Selasa (7/10).
Koordinator IUWASH, Jawa Tengah, Jefry Budiman mengatakan, populasi dan kerusakan lingkungan mengakibatkan neraca air bersih di Indonesia sangat kurang.
Sehingga ketersediaan air bersih tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat. “Cepat atau lambat, ini bakal memicu krisis air bersih di tanah air,” tegasnya.
Terkait kondisi ini, kata Jefry, dunia usaha perlu meningkatkan kepeduli terhadap masalah ketersediaan air bersih untuk kebutuhan masyarakat.
Kepedulian dunia usaha dapat diwujudkan melalui implementasi program- program kepedulian sosial perusahaan (CSR). Secara spesifik dunia usaha dapat berperan dalam menyelamtakan keberlangsungan sumber air bersih masyarakat.
Sebab upaya penyelamatan sumber air bersih tidak bisa hanya mengandalkan upaya Pemerintah. Tetapi juga perlu peran dari dunia usaha.
“Melalui forum CSR ini kami juga mengajak dunia bisnis agar lebih peduli, selain untuk ketersediaan air bersih juga sanitasi dan menghadapi adaptasi perubahan iklim,” tegasnya.
Beberapa upaya yang bisa dilakukan oleh dunia usaha di antaranya mengembangkan sistem reboisasi, sumur resapan dan pembuatan biopori.
Untuk membangun sistem tersebut harus diawali dengan kajian agar pembangunan system ini menjadi sia-sia dan tidak optimal.
Pada kesempatan ini, Asisten Kesra Provinsi Jawa Tengah, Djoko Sutrisno menambahkan, air bersih --untuk konsumsi dan sanitasi-- merupakan kebutuhan mendesak. Tak terkecuali di Jawa Tengah.
Undang- Undang nomor 40 pasal 27 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, jelasnyaa, juga mengatur setiap usaha yang terkait dengan sumber daya alam wajib melaksanakan CSR.
Hanya saja, penyediaan akses air bersiah ini tidak semuanya bisa dipenuhi oleh Pemerintah karena terbatasnya APBN dan APBD.
“Karena itu, pemerintah provinsi (pemprov) Jawa Tengah sangat mengapresiasu peran dunia usaha untuk mendorong akses air bersih bagi masyarakat,” ujarnya.
Pemprov Jawa Tengah, tambah Djoko, juga tengah menyiapkan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang CSR.
Dengan landasan hukum ini, diharapkan dapat lebih mengakomodir terwujudnya tanggung jawab sosial perusahaan terhadap permasalahan lingkungan secara menyeluruh.
“Terutama dalam percepatan akses air bersih dan sanitasi di kota Semarang khusunya dan Jawa Tengah pada umumnya,” kata Djoko.