REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf menilai tidak ada manfaat hukum dan manfaat praktis, dari peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Tidak ada gunanya Perppu. Segi manfaat hukumnya kurang, secara politis SBY bisa naik pamor, namun segi manfaat hukumnya tidak ada. Karena KPUD tidak bisa memegang sebuah Perppu," katanya kepada Republika, Ahad (5/10).
Tidak ada kode iklan yang tersedia.Ia mengatakan Perppu sifatnya dapat langsung berlaku. Selanjutnya Perppu akan diajukan pada sidang pertama DPR, untuk kemudian dibahas DPR. Hasil pembahasan DPR itulah yang akan memutuskan ditolak atau tidaknya Perppu.
Namun menurutnya tidak ada pembahasan substansi di DPR, melainkan langsung pada pemilihan sah atau tidaknya Perppu. Akan tetapi kalau pun Perppu berlaku, itu tidak bisa dijadikan sebagai pegangan oleh KPUD. Karenanya ia menilai KPUD keadaan ketar-ketir. Ketika KPUD mulai menjalankan tahapan persiapan pemilu, Perppu Pilkada langsung bisa saja ditolak oleh DPR.
Dengan demikian, UU Pilkada yang berlaku kemudian adalah melalui DPRD. Ketidakpastian itu menurutnya, selain membuat tahapan awal pemilu yang dilakukan KPUD sia-sia, juga menjadi pemborosan terhadap anggaran.
Sebab tidak jelas payung hukum dari Perppu. Karena tahun depan Pilkada akan digelar, sementara dalam undang-undang tentang penyelenggaraan Pilkada, harus ada kurun waktu enam bulan untuk mempersiapkan tahapan Pilkada.
"Sebelum Pilkada digelar, KPUD harus melakukan persiapan awal pemilu paling lambat enam bulan sebelumnya," ujarnya.
Ia mengatakan, jika sidang pertama DPR membahas Perppu digelar pada awal 2015, kemungkinan pelaksanaan Pilkada akan diundur dari jadwal yang ditetapkan. Jika misalnya, Pilkada dilaksanakan April 2015, KPUD tidak bisa melakukan persiapan awal pemilu dalam kurun waktu kurang dari enam bulan.
Sementara jika Pilkada diundur, terdapat kelebihan masa jabatan kepala daerah. Hal itu menurutnya berdampak pada undang-undang yang berlaku, di mana kepala daerah harus tetap berhenti sesuai tanggal pengangkatannya.
Ia pun menyayangkan dikeluarkannya Perppu Pilkada. Sebaiknya, katanya, masyarakat langsung mengajukan uji materi UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi tanpa harus SBY mengeluarkan Perppu.