Jumat 03 Oct 2014 02:38 WIB

Duh, Guru Rentan Dipolitisasi

Rep: dyah ratna meta novia/ Red: Damanhuri Zuhri
 Ribuan guru menghadiri acara puncak peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2013 dan HUT ke-68 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (27/11). (Republika/Prayogi)
Ribuan guru menghadiri acara puncak peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2013 dan HUT ke-68 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (27/11). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan, penguatan organisasi guru harus dilakukan.

Selama ini, kata dia, dalam praktik di lapangan ada kendala yang cukup kompleks tidak hanya sekadar gurunya yang enggan berorganisasi tetapi banyak guru tidak merasakan manfaat organisasi profesi bagi dirinya.

“Alasan rencana pemerintah menarik guru menjadi pegawai pemerintah pusat karena guru selama ini di berbagai daerah dipolitisasi untuk mendukung calon kepala daerah tertentu. Sehingga guru kerap kali diperalat oleh kepentingan politik," kata Retno, Kamis, (2/10).

Kalau kandidat yang didukung guru menang, ujar Retno, dia aman bahkan dapat jabatan. Namun kalau kandidat yang didukungnya kalah, dia bisa kehilangan jabatan.

Jika penguatan organisasi guru tidak dilakukan, kata Retno, guru akan tetap dipolitisasi. Hanya pindah saja pelaku politisasinya.

Kalau saat desentralisasi pelaku politisasi birokrasi di daerah terutama kepala-kepala daerah, kalau disentralisasi pelakunya adalah birokrasi di pemerintah pusat.

Hal ini, ujar Retno,  sudah dialami guru selama 32 tahun pemerintahan orde baru. Kala itu guru digerakkan untuk memenangkan partai tertentu, partai yang berkuasa pada era Orde Baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement