Kamis 02 Oct 2014 23:43 WIB

Butuh 50 Tahun Pulihkan Citarum

Rep: C80/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
  Sampah menumpuk pada aliran sungai Cikapundung menuju Sungai Citarum di Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Senin(3/3).  (foto: Septianjar Muharam)
Sampah menumpuk pada aliran sungai Cikapundung menuju Sungai Citarum di Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Senin(3/3). (foto: Septianjar Muharam)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG --Pencemaran sungai Citarum sangat memprihatinkan. Bahkan, sungai Citarum dicap sebagai sungai terkotor di dunia. Karena itu, butuh setengah abad untuk membuat Citarum kembali bersih.

''Kalau serius, kita membutuhkan waktu 50 tahun untuk membersihkan sungai Citarum,'' kata Pakar teknik lingkungan institut teknologi Bandung, Idris Maxdoni Kamil, kepada Republika, di Kampus ITB, Bandung, Kamis (2/9).

Baca Juga

Idris mengatakan, untuk membersihkan sungai yang sudah tercemar, apalagi tingkat pencemarannya parah. Tidaklah mudah, dirinya mengatakan negara -negara maju butuh puluhan tahun untuk menyelamatkan sungai mereka. ''Jerman butuh 30 tahun, tapi itu pun sudah bagus. Amerika juga seperti itu,'' ujarnya.

Pasalnya, limbah -limbah yang ada di sungai citarum itu sudah bertahun -tahun mengendap. Sehingga, walaupun airnya di stop pada bagian hulu. Tidak mungkin serta merta langsung bersih.

Itupun, lanjut Idris, setiap pabrik harus sudah menggunakan instalasi pengolahan limbah.''Mereka harus sudah memiliki treatment plan. Jadi kalau mau buang libah harus diolah dahulu, seperti Belanda,'' ungkapnya.

Idrus menuturkan, perilaku pemilik pabrik saat ini, menunjukan bahwa mereka tidak serius menyelesaikan permasalahan pencemaran disungai Citarum. ''Siang disimpan, pas sudah malam dibuang disungai,'' tuturnya.

Selama ini, kata Idrus, yang menjadi permasalahan adalah tidak adanya kesadaran industri untuk mengolah limbah mereka. Selain itu, ketidaktegasan kepala daerah, juga menentukan tertib atau tidaknya industri mengelola hasil pembuangan mereka.

Karena, para kepala daerah hanya sekedar mementingkan pendapatan asli daerah atau PAD mereka. Tapi tidak berfikir jangka panjang mengenai dampak lingkungan. Menurut Idris, pola pikir pemerintah saat ini terbalik, ''Yang penting beridir dulu pabriknya, IPAL belakangan,'' jelasnya.

Kalau masalah teknologi, menurut Idrus, ada beberapa teknologi yang bisa mengolah limbah agar steril. Tapi persoalannya, mau atau tidak pabrik tersebut. Karena memang biayanya mahal.

Idrus menawarkan beberapa solusi untuk menangani masalah ini. Harus dibuat sebuah kelembagaan semacam Ad-hok untuk mengelola Citarum. Seperti yang ada di Jerman. ''Jadi, kalau kebijakan masalah pungutan dan lain -lain, mereka yang menentukan. Otoritas ada di mereka,'' usulnya.

Selain itu juga, bisa dibuat semacam industrial park. Sehingga pabrik -pabrik terpusat, dan pengolahan limbahnya dilakukan secara komunal. Namun, konsekuensinya adalah, hal tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar. Karena harus merelokasi pabrik secara besar -besaran.

Sebelumnya, Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, akan menargetkan 2018 citarum kembali bersih dan airnya dapat digunakan untuk kebutuhan warga.  Aher menuturkan aliran sungai harus terbebas dari berbagai limbah industri, ternak, sampah atau limbah rumah tangga. Pihaknya berusaha melakukan sosialiasi dan penyadaran terhadap lingkungan.

Namun, penegakan hukum tidak diutamakan untuk menindak tegas pelaku pelanggaran pencemaran lingkungan. Tetapi lebih pada ajakan untuk bersama-sama menjaga lingkungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement