Kamis 02 Oct 2014 22:32 WIB

YLKI Minta Pemerintah Batasi Ekspor Gas

Petugas memantau jajaran pipa gas sambungan rumah di rumah susun Marunda, Jakarta Utara, Kamis (25/9). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Petugas memantau jajaran pipa gas sambungan rumah di rumah susun Marunda, Jakarta Utara, Kamis (25/9). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah membatasi ekspor gas dan batu bara karena dinilai besaran komoditas yang dikirim ke sejumlah negara berlebihan.

"Pembatasan itu perlu segera dilakukan mengingat pertumbuhan industri di Pulau Jawa rata-rata mencapai 12 persen per tahun, dan diperkirakan terjadi krisis listrik dua tahun mendatang," kata Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, ditemui usai mengisi Diskusi Publik tentang Kondisi dan Tantangan Kelistrikan Nasional Masa Depan, di Universitas Airlangga Surabaya, Kamis (2/10).

Menurut dia, pemerintah baru yang terbentuk saat ini perlu membuat kebijakan terkait ekspor sumber energi tersebut, dan mendorong pembangunan pembangkit listrik. Apalagi, selama ini Perusahaan Listrik Negara (PLN) hanya mampu memasok pertumbuhan listrik 6-8 persen per tahun. "Angka tersebut tidak seimbang dengan pertumbuhan industri yang ada," ucapnya.

Idealnya, jelas dia, pemerintah lebih banyak memasok gas dan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri dibandingkan ekspor. Namun, hal itu belum bisa terealisasi karena harga kedua sumber energi itu lebih besar ketika dijual ke negara lain.

"Sementara, komposisi energi gas dan batu bara yang diekspor ada 70 persen dengan kualitas yang bagus, sedangkan untuk konsumsi dalam negeri adalah 30 persen dengan kualitas yang rendah," tuturnya.

Untuk itu, harap dia, pemerintah dan pihak terkait harus fokus dengan masalah dalam negeri menyusul keterbatasan energi fosil pada beberapa tahun nanti. Selain itu, masyarakat tidak bisa mendapatkannya.

"Kini Presiden Jokowi harus berani mengubah kebijakan ekspor. Lihat saja, seperti India, Tiongkok, dan Amerika tidak pernah mengekspor energinya," tukasnya.

Pada kesempatan itu, Manajer Perencanaan PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur, Yogo Riyatmo mengatakan pertumbuhan energi listrik di Jawa Timur tahun ini ditargetkan mencapai 10 persen. Akan tetapi sampai Agustus 2014 pertumbuhannya hanya 7,63 persen.

"Untuk meningkatkan pertumbuhan tenaga listrik, kami berencana membangun gardu induk di Mojokerto dengan kapasitas sekitar 120 MVA," katanya.

Saat ini, lanjut dia, PLN akan mempersiapkan infrastruktur dan pasokan energinya untuk memenuhi permintaan kawasan industri di Mojokerto. Kini, wilayah yang aman dalam pasokan listrik yakni Tuban, Probolinggo dan kawasan pantai Utara. "Namun, yang perlu diantisipasi adalah ketersediaan pasokan listrik di Surabaya, Sidoarjo, dan Mojokerto," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement