REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Tenaga Nuklir Nasional menilai Indonesia harus mengejar kemajuan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir untuk mengatasi krisis energi masa mendatang sehingga harus dicari solusinya supaya tidak lagi bergantung pada minyak dan gas
"Sejumlah negara telah dan terus mengembangkan pembangkit tenaga nuklir untuk listrik, sementara Indonesia belum terlalu memanfaatkan nuklir untuk listrik," kata Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot S Wisnubroto di Jakarta, Kamis (2/10).
Hal tersebut disampaikan saat diskusi Menunggu Keberanian Pemerintah Mengatasi Krisis Energi yang diselenggarakan Media Indonesia dan Batan.
Pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di dunia terus berjalan bahkan dikembangkan teknologinya sekalipun sempat terjadi kebocoran nuklir di Fukushima, Jepang, Tahun 2011.
"Nyatanya setelah ada kecelakaan di Fukushima sejumlah negara tidak mengendurkan pembangunan tapi terus meneruskan pembangkit yang ada," katanya.
Menurutnya, saat ini di dunia setidaknya sudah ada 437 PLTN dan 70 PLTN sedang dibangun.
Dari sejumlah negara yang memiliki PLTN, katanya, sebagian besar justru berada di negara-negara Asia seperti di Tiongkok ada 28 PLTN.
Vietnam sebagai negara di Asia Tenggara, saat ini terus mengembangkan dan membangun PLTN sebagai upaya untuk mengatasi krisis energi.
Djarot mengatan Arab Saudi yang merupakan negara penghasil terbesar minyak di dunia pun sudah membangun PLTN dalam upaya mengantisipasi kekurangan migas.
Ia mengatakan pemerintah harus memiliki kemauan poltik yang kuat dalam upaya memanfaatkan nuklir untuk kebutuhan energi, dan hendaknya tidak lagi terus berwacana tanpa ada keputusan.
"Diskusi soal pembangunan PLTN sudah banyak. Tampaknya selama listrik masiherus bisa nyala maka keputusan penggunaan nuklir untuk listrik belum juga diputuskan," kata Djarot.
Ia berharap pemerintah mendatang memprioritaskan pemakaian nuklir untuk listrik sehingga PLTN di Indonesia bisa maju.