REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah berencana menurunkan tarif listrik dengan menekan biaya pokok pengadaan atau BPP dalam jangka panjang.
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengatakan saat ini BPP listrik sekitar Rp1.300 per kWh, namun ditargetkan turun menjadi Rp900 per kWh pada 2020.
"Penurunan BPP ini dilakukan dengan memperbaiki 'energy mix'." katanya, Rabu (1/10).
Menurut dia, ke depan pemerintah akan menurunkan pemakaian pembangkit berbahan bakar mahal yakni minyak bumi dan sebaliknya meningkatkan batubara dan gas yang murah.
Pada 2014, porsi minyak bumi dalam bauran energi (energy mix) mencapai 9,7 persen, lalu 2015 ditargetkan turun menjadi 8,5 persen.
"Pada 2020, porsi minyak tinggal satu persen," katanya.
Sementara, lanjutnya, porsi batubara akan dinaikkan menjadi 65 persen dan gas 18 persen pada 2020. Tarif listrik dengan memakai pembangkit batubara hanya Rp700 per kWh, sedangkan minyak bisa di atas Rp2.000 per kWh.
"Pembangkit batubara akan menjadi andalan pemenuhan kebutuhan listrik dalam beberapa tahun mendatang," ujarnya.
Ia mengatakan, dengan catatan kurs dolar AS terhadap rupiah konstan seperti saat ini, maka tarif listrik dengan mekanisme penyesuaian otomatis (automatic tariff adjustment) juga bakal turun.
Pemerintah telah merencanakan penerapan "automatic tariff adjustment" pada sebagian besar golongan pelanggan listrik nonsubsidi dalam beberapa tahun mendatang.
Saat ini, empat golongan yakni rumah tangga besar (R3) dengan daya 6.600 VA ke atas, bisnis menengah (B2) 6.600-200.000 VA, bisnis besar (B3) di atas 200 kVA, dan kantor pemerintah (P1) 6.600-200.000 VA sudah diterapkan "automatic tariff adjusment" per 1 Mei 2014.
Menyusul, tujuh golongan yakni rumah tangga R1 (1.300 VA), rumah tangga R1 (2.200 VA), rumah tangga R2 (3.500-5.500 VA), industri menengah I3, penerangan jalan umum P3, pemerintah P2 (di atas 200 kVA), dan industri besar (I4) mulai 1 Januari 2015.
Dengan demikian, per Januari 2015, hanya pelanggan rumah tangga R1 450 dan 900 VA, lalu sosial, bisnis kecil, dan industri kecil yang belum dikenakan tarif penyesuaian.
Sesuai skema "automatic tariff adjustment", maka penentuan tarif listrik dihitung setiap bulan dengan mengacu fluktuasi kurs, harga minyak, dan inflasi.
Dengan skema itu, tarif listrik empat golongan pelanggan nonsubsidi mengalami penurunan pada Oktober 2014 dibandingkan September 2014 karena kurs dolar terhadap rupiah juga turun.
Tarif listrik R3, P1, dan B2 mengalami penurunan dari Rp1.531,86 pada September 2014 menjadi Rp1.515,82 per kWh pada Oktober 2014. Sementara, golongan B3 turun dari Rp1.155,69 pada September 2014 menjadi Rp1.143,59 per kWh pada Oktober 2014.