REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Guru Besar Universitas Indonesia, Prof Salim Said mengatakan Indonesia harus mewaspadai lahinya gerakan Komunisme Gaya Baru (KGB). Gerakan ini akan memasukkan nilai-nilai komunisme ke dalam gerakan lain tanpa menyebut nama komunis.
“Komunisme secara kelembagaan di Indonesia sudah bangkrut. PKI (Partai omunis Indonesia) berkembang di dalam pemerintah yang berezim otoriter bukan demokratis,” ujarnya saat menghadiri Halaqoh Kebangsaan Majelis Ulama Indonesia, di Kantor MUI Jakarta, Rabu (1/10).
Salim melanjutkan saat ini berbeda jauh dengan zaman saat PKI timbul dan berkembang. Menurutnya PKI hanya bisa tumbuh di zaman yang otoriter, seperti yang terjadi sebelum reformasi. Namun sebaliknya, PKI tidak bisa hidup di era demokrasi. Sebab PKI tidak memiliki common enemy, untuk dijadikan bahan konsolidasi.
Menurutnya Indonesia tidak akan menjadi negara besar tanpa mengusung sistem demokrasi yang baik. Banyaknya bangsa, keyakinan dan ideologi di dalam indonesia, kata dia, mengharuskan Indonesia memperbaiki sistem berdemokrasi.
“Jika ada kekurangan dalam berdemokrasi maka yang bisa menjawab kekurangan tersebut adalah waktu dan proses,” ujar dia.
Dia menyayangkan mundurnya proses demokrasi di tanah air. Salim menyebut, kemunduran demokrasi di Indonesia ditandai dengan pencabutan hak rakyat untuk memilih kepada daerah. "Karena, demokrasi urusan semua elemen bangsa, bukan cuma elit partai saja," ujar dia.
Sebab menurutnya dalam negara demokrasi, semua orang berpartisipasi. Secara terbuka, Salim menyatakan bahwa sistem demokrasi merupakan lawan dari pada gerakan komunisme. PKI yang lahir dari Syariat Islam (SI) tidak bisa hidup di dalam iklim yang demokratis.
Ia menjelaskan, PKI selalu menganggap kelompok di luar PKI sebagai musuh. Sehingga, kata dia, PKI melakukan pembantian terhadap lawan musuhnya. "Seperti pembantaian di Madiun, Jawa Timur pada 1948," katanya.
Menurut Salim, dalam sejarahnya PKI merupakan pecahan dari SI. Dalam membaca situasi politik kala itu, SI terbagi menjadi dua. Kelompok pertama merasa kurang puas dengan ide perlawanan Islam. Lalu mereka menemukan cara pandang yang lebih pas dalam ajaran Komunisme. Maka kelompok pertama ini mendirikan PKI.
Kelompok lain adalah kelompok yang tetap bertahan pada gerakan Islam yang tidak revolusioner, dan tetap berada di dalam SI. Perpecahan itu, kata Salim dikarenakan Islam memang belum menjadi gerakan sosial dan politik. Namun, Islam baru sebatas gerakan keagamaan.
Citra PKI menjadi buruk usai gerakan 30 September 1956. PKI dianggap mendalangi sejumlah pembunuhan terhadap para jendral di Jakarta. Sejak saat itu, nama PKI meredup dan organisasi tersebut menjadi salah satu organisasi yang dilarang di Indonesia.
Memperingati sejarah G30S/PKI, MUI menggelar halaqoh Nasional yang mengangakat tema, "Mewaspadai Gejala Kebangkitan Komunisme Gaya Baru di Indonesia". Acara tesebut diangkat dengan harapan agara Masyarakat tetap mewaspadai gerakan komunisme di Indonesia.