REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekeringan hampir selalu terjadi setiap tahun, tak terkecuali pada 2014. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hal itu terjadi karena wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) memang sudah defisit air sejak 1995.
"Artinya, ketersediaan air yang ada saat ini, tidak mampu memenuhi kebutuhan air bagi penduduk setiap tahunnya. Baik untuk kebutuhan rumah tangga, irigasi, industri, perkotaan, dan lain-lain," ujar Sutopo, Kepala Bidang Humas BNPB, kepada Republika, Kamis (25/9).
Ia menjelaskan, saat musim penghujan terjadi surplus air, namun saat kemarau, air defisit hingga krisis air. Kini, defisit air pada musim kemarau, di Jawa hingga Bali mencapai 18,79 juta m3, dan di Nusa Tenggara sebanyak 0,44 juta m3.
Di pulau Kawa, terdapat 92 kabupaten atau kota, yang memiliki defisit air selama satu sampai delapan bulan. Sedangkan, 38 kabupaten atau kota, mengalami defisit tinggi selama lebih dari enam bulan.
Sutopo menambahkan, penduduk Jawa berjumlah 146 juta jiwa, sehingga bila musim kemarau melanda, banyak penduduk mengalami kekurangan air.
Di beberapa daerah seperti Wonogiri, Boyolali, Pacitan, Gunung Kidul, Pantura, Purwodadi, Tuban, dan lainnya, memang sudah terjadi kekeringan sejak lama secara alami. Masyarakat pun terbiasa dengan kondisi itu.
Diprediksi, kekurangan air akan semakin bertambah di masa depan, karena bertambahnya penduduk, degradasi lingkungan, serta dampak perubahan iklim. Sutopo mengungkapkan, BNPB terus melakukan berbagai cara demi menanggulangi bencana tersebut.