Rabu 24 Sep 2014 14:22 WIB

Hakim Konstitusi Patrialis Akbar akan Diperiksa

Patrialis Akbar
Foto: Republika/Wihdan
Patrialis Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Etik Mahkamah Konstitusi akan memeriksa Hakim Konstitusi Patrialis Akbar pekan depan terkait adanya laporan dari Koalisi Masyrakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi.

"Kami akan memeriksa yang bersangkutan minggu depan," kata Ketua Dewan Etik MK Abdul Mukhtie Fadjar di Jakarta, Rabu.

Muktie Fadjar mengungkapkan pihaknya akan mengundang terlapor (Patrialis) dan pelapornya (Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi (MK) .

"(Dewan etik) Bisa juga mengundang pihak UMJ, karena memeriksa itu harus seimbang apakah dia (Patrialis) sebagai apa," katanya.

Muktie Fadjar juga mengatakan bahwa pihaknya membutuhkan rekaman yang dimiliki pihak UMJ sebagai penyelenggara diskusi.

"Kalau ada tanya jawab berarti ada rekaman. Kami membutuhkan itu dari UMJ. Kami menjadwalkan Selasa dan Rabu," katanya.

Muktie Fadjar mengatakan bahwa dalam kode etik itu hakim dilarang mengomentari putusan apa yang akan diputuskan, juga persoalan yang mungkin berpotensi besar akan berperkara di MK.

Mantan hakim konstitusi ini juga menilai sebagai seorang dosen menyajikan itu tidak masalah, karena dalam perkembangan pendidikan hanya berfikir linear, sedangkan kalau sebagai hakim sifatnya RPH tertutup tidak di publikasi.

Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi (MK) melaporkan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar ke Dewan Etik MK karena diduga menyatakan pernyataan mendukung pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD.

"Kami melaporkan tindakan yang berpotensi dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Hakim Konstitusi Patrialis Akbar pada 15 September di Universitas Muhammadiyah Jakarta dalam sebuah diskusi," kata Koordinator Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar, Selasa (23/9).

Koalisi Masyarakat Sipil ini terdiri atas ILR, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), PuSako Fakultas Hukum Universitas Andalas, Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement