Rabu 24 Sep 2014 14:03 WIB

Hapus Program Bansos, Bangun Infrastruktur Pertanian

 Seorang petani, Idrus (67) membersihkan sawahnya yang mengalami kekeringan di Desa Lubuk Puar, Padangpariaman, Sumbar. Akibat rusaknya hulu irigasi dan musim kemarau, ratusan hektare sawah di kecamatan itu terancam gagal panen.
Foto: ANTARA
Seorang petani, Idrus (67) membersihkan sawahnya yang mengalami kekeringan di Desa Lubuk Puar, Padangpariaman, Sumbar. Akibat rusaknya hulu irigasi dan musim kemarau, ratusan hektare sawah di kecamatan itu terancam gagal panen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petani Indonesia membutuhkan infrastruktur yang prima untuk menunjang produk mereka. Karena itu, pemerintah  Jokowi-JK diharapkan dapat memaksimalkan anggaran untuk membangun infrastruktur.

"Program bansos harus dihapus semua. Lebih baik dananya untuk membangun infrastruktur. Yang paling parah saat ini irigasi sama jalan produksi," ungkap Direktur Utama PT Gendhis Multi Manis, Kamajaya, Selasa (23/9).

Ia menilai, progam bantuan sosial kepada masyarakat selama ini jadi mainan kementerian dan partai politik. "Saya tidak mau nyerang partai tertentu. tapi siapapun kalau  menyalurkannya lewat kementerian atau partai, bansos dipakai untuk kepentingan partai," ungkapnya.

Akibatnya, papar Kamajaya, keberadaan program bansos itu acapkali menjadi bahan keributan di tingkat masyarakat. Pasalnya, yang mendapatkan bantuan adalah konstituen dari yang menyalurkan.

"Kalau (dibangun) jalan dan saluran irigasi, apapun warna partainya (masyarakat) mau merah, kuning, putih, hijau, semua pakai. Kita bicara apa adanya. Itu dananya besar sekali, triliunan. Makanya harus hapus program bantuan yang berbentuk uang, bangun infrastuktur," tegasnya.

Selain itu, untuk memaksimalkan anggaran untuk mendorong petani, para pejabat kementerian harus mengurangi kunjungan ke luar negeri. Apalagi ini sejalan dengan kebijakan yang akan diambil Presiden terpilih Joko Widodo, melakukan penghematan.

"Menurut saya kunjungan ke luar negeri harus dikurangi. Itu bisa hemat banyak, triliunan juga itu. Lebih baik kunjungan dalam negeri dimaksimalkan, tapi ke sentra-sentra produksi. Minimal ke luar negeri harus untuk (kepentingan) ekspor. Dan ini yang pergi diseleksi yang bahasa Inggris-nya mumpuni,"  papar Kamajaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement