Selasa 23 Sep 2014 23:13 WIB

Wah, Pengembang Incar Lahan Pinggir Kota Depok

Rep: C74/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
Lahan
Foto: Antara
Lahan

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK--Kalangan pengembang perumahan Depok mengincar lahan kosong di pinggir Kota Depok. Seiring Pemerintah Kota Depok  telah mengesahkan Perda rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) 2012-2032 pengembang memiliki dua pilihan. Membangun real estate atau membuka lahan di pinggir kota.

Ketua Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Jawa Barat Rahayu Wiramiharja mengatakan perda tersebut akan memaksa pengembang membangun real estate. Rahayu mengatakan tidak mungkin menjual rumah 120 m seharga Rp 120 juta seperti yang sudah ditetapkan dalam perda.

"Untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) mungkin bisa dipelosok-pelosok Depok," kata Rahayu saat dihubungi Republika, Selasa (23/9).

Dalam Perda itu salah satunya menyebutkan bahwa pengembang hanya boleh membangun perumahan pada luas lahan 120 meter persegi atau yang lebih tinggi dari luas lahan tersebut. Harga rumah pada luas lahan 120 m persegi maksimal Rp 120 juta.

Rahayu menuturkan dengan perda tersebut perumahan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) akan banyak dilakukan di wilayah yang jauh dari pusat kota. Wilayah pusat kota seperti Jalan Margonda lebih diperuntukan bagi kelas menengah atas. Karena pengembang akan memfokuskan pembangunan real estate di pusat kota.

Rahayu menuturkan potensi kawasan Depok untuk mengembangkan perumahan cukup potensial. Menurutnya Depok merupakan kota penyangga Jakarta yang dipadati penduduk lokal dan pendatang.

Namun Perda tersebut cukup memukul para pengembang khususnya yang biasa membangun perumahan tipe 22 hingga tipe 36 atau yang biasa menggarap luas lahan maksimal 80 meter. Rahayu berpendapat Perda tersebut membuat pengembang tidak diperkenankan membangun perumahan bertipe sederhana.

Menurutnya bila pengembang harus mengikuti aturan tersebut, setidaknya harus membangun perumahan bertipe 70 ke atas. Menurutnya masyarakat kelas menengah kebawah tidak mampu membeli rumah bertipe sederhana.

"Yang sangat disayangkan adalah warga kelas bawah yang ingin punya rumah di Depok. Mereka pasti mengurungkan niatnya dan lebih memilih kawasan lain juga," kata Rahayu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement