REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wasekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Adnan Anwar menyayangkan kesepakatan pemerintah dan DPR yang tertuang dalam RUU Jaminan Produk Halal (JPH).
Dia menganggap, pengeluaran fatwa halal yang masih diberikan sepenuhnya kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah bentuk monopoli.
"Kalau seperti itu berarti secara de facto sertifikasi halal masih di tangan MUI," katanya saat dihubungi Republika, Selasa (23/9).
Adnan mengatakan, PBNU sejak awal menolak adanya monopoli terkait sertifikasi halal. Dalam RUU JPH, pengeluaran sertifikat memang berada di tangan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJHP).
Tetapi, kata dia, BPJHP harus mendapat rekomendasi atau fatwa halal yang dikeluarkan MUI.
Menurutnya, perbedaannya itu tidak terlalu besar seperti sebelumnya saat MUI yang mengeluarkan sertifikat halal. Hanya saja lembaga auditor atau Lembaga Penyelenggara Halal (LPH) dimungkinkan akan ada lebih banyak.
Sementara sebelumnya hanya Lembaga Pengawas Pangan Obat dan Makanan (LPPOM) MUI. Untuk itu, lanjutnya, PBNU akan tetap mengeluarkan sertifikat halal seperti yang dilakukan saat ini.
PBNU pun akan tetap berkomitmen untuk menjaga pedagang kecil yang selama ini sering menjadi sasaran terhadap tuduhan ketidakhalalan produk atau jualan mereka.
Adnan mengatakan, mayoritas para pedagang kecil yang kerap mendapat tudingan itu adalah kaum nahdliyin. "PBNU punya legitimasi yang lebih kuat dari basis massa kita yaitu kaum nahdliyin," katanya.