REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di ambang sidang paripurna yang tinggal menghitung hari, yakni pada 25 September mendatang, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati tugas, fungsi dan kewenangan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal sebagai anak yang lahir dari RUU Jaminan Produk Halal (JPH).
Adapun kewenangan BPJPH sebagaimana disebut dalam draf RUU JPH yang disidangkan dalam rapat kerja (raker), Panitia kerja (Panja) menyampaikan tentang penyelenggaraan JPH yaitu BPJPH yang berkedudukan dan bertanggung jawab kepada Menteri.
Selanjutnya, dalam penyelenggaraan JPH, BPJPH berwenang merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH, menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria JPH, menerbitkan dan mencabut sertifikat halal dan label halal pada produk, melakukan registrasi sertifikat halal pada produk luar negeri, serta melakukan sosialisasi, edukasi dan publikasi produk halal.
Di samping itu, poin selanjutnya BPJPH juga bertanggung jawab akreditasi terhadap LPH, melakukan sertifikasi auditor halal, melakukan pengawasan terhadap JPH, melakukan pembinaan auditor halal dan terakhir, melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan JPH.
Dalam draf RUU JPH disebut, dalam melaksanakan sepuluh wewenang tersebut, BPJPH bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait, LPH dan MUI.
Untuk menjamin kehalalan produk, Panja juga merumuskan yang dimaksud dengan produk adalah barang atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan ata dimanfaatkan masyarakat.
Sementara yang dimaksud dengan sertifikat halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).