REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menegaskan, otoritas Majelis Ulama indonesia (MUI) pasca Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) sama sekali tidak akan berkurang. Alih-alih berkurang, otoritasnya bahkan lebih kuat dan tugasnya semakin kompleks bersama-sama dengan pemerintah.
“Kalau ada beberapa yang belum bisa menerimanya, tni tinggal diberikan penjelasan saja,” katanya kepada //Republika// beberapa hari pasca rapat kerja prasidang paripurna usai. Dikatakannya, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang ditunjuk sebagai pihak yang berwenang menerbitkan sertifikat halal hanya bersifat administratif.
Sebab, Badah harus menggunakan dasar dari fatwa tertulis MUI yang sejatinya memang punya otoritas dalam mengeluarkan fatwa halal suatu produk. RUU JPH, lanjut Ledia, sama sekali tidak mengurangi bahkan menambah peranan MUI dalam menjamin halal suatu produk.
Disebutkannya, di antara peran MUI yakni melakukan dan menyiapkan pembinaan terhadap auditor halal, menyiapkan akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan membantu sosialisasi RUU JPH. Selain itu, telah disepakati pula bahwa yang memberikan keputusan apakah suatu produk itu halal atau tidak adalah MUI melalui komisi fatwanya “Standar yang ditetapkan untuk menentukan suatu produk halal atau tidak, kita menggunakan standar MUI,” ujarnya.
Dalam pemberitaan sebelumnya, pada Jumat (19/9), Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) dari Komisi VIII DPR RI bersama jajaran pemerintah melakukan rapat koordinasi dan pembacaan kesepakatan seluruh fraksi untuk membawa draf RUU ke sidang paripurna.
Dalam sidang, seluruh fraksi seluruh fraksi yang berjumlah Sembilan menyatakan kesetujuan terhadap draf agar dapat dibawa pada sidang paripurna pada 25 September mendatang. Sementara itu, dua fraksi yakni PDIP dan Gerindra menyetujui dengan mengajukan beberapa catatan.