REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana pembentukan Kementerian Maritim di era pemerintahan Jokowi-JK mendapat apresiasi. Wacanana itu dinilai sebagai gagasan cerdas. Ide brilian tersebut diyakini bakal mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
"Tak ada yang meragukan bahwa negeri ini akan menjadi negara yang maju, makmur dan sejahtera bila fokus pemerintahan ke depan memberi perhatian yang besar terhadap sektor ekonomi kelautan," ujar Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Rokhmin Dahuri menanggapi wacana tersebut.
Menurut dia, kemunculan Kementerian Maritim di era pemerintahan Jokowi-JK, seperti yang dijanjikan pada masa kampanye merupakan itikad baik untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Ketua DPP PDIP Bidang Maritim dan Perikanan ini, menuturkan, potensi dan sumber daya maritim selama ini belum “disentuh” secara maksimal. Rokhmin menyebutkan, di wilayah pesisir dan laut Indonesia terkandung kekayaan alam yang sangat besar dan beragam, baik berupa SDA terbarukan (seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan produk-produk bioteknologi), maupun SDA tak terbarukan (seperti minyak dan gas bumi, timah, bijih besi, bauksit, dan mineral lainnya).
Selain itu, lanjut dia, Indonesia juga memiliki cadangan energi kelautan (seperti pasang-surut, gelombang, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion); serta jasa-jasa lingkungan kelautan untuk pariwisata bahari, transportasi laut, dan sumber keragaman hayati serta plasma nutfah.
Bahkan, papar Rokhmin, dari sisi wilayah, ekonomi kelautan Indonesia akan semakin strategis seiring dengan pergeseran pusat ekonomi dunia dari Poros Atlantik ke Asia-Pasifik. Hampir 70% total perdagangan dunia berlangsung di antara negara-negara di Asia Pasifik.
Menurutnya, lebih dari 75 persen barang dan komoditas yang diperdagangkan juga ditransportasikan melalui laut, dan 45 persennya (1.500 triliun per tahun) di antaranya melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).
“Ini adalah potensi yang sungguh sangat besar. Sayangnya, paradigma pembangunan ekonomi dalam negeri selama ini masih berpusat di darat (land-based development), belum bergeser ke pengembangan berbasis kelautan (ocean-based development),” cetus ketua umum Gerakan Nelayan dan Tani Indonesia (GANTI) tersebut.
Apalagi, kata dia, belum lama ini presiden terpilih Jokowi mengatakan bahwa total kerugian negara akibat dari kegiatan ilegal yang terjadi di wilayah perairan Indonesia mencapai Rp 300 triliun. Karena itu, lanjut Rokhmin, langkah yang mesti segera dilakukan adalah merubah paradigma lama tersebut. Pembangunan ekonomi nasional haruslah terintegrasi antara jalur kelautan dengan yang ada di darat.
Rokhmin menuturkan, melalui reorientasi pembangunan dari basis daratan ke lautan, maka pelabuhan, armada pelayaran (transportasi laut) akan lebih maju dan efisien.
Sehingga, kata dia, akan membuat semua produk dari ekonomi daratan (pertanian tanaman pangan, hortikultur, perkebunan, kehutanan, peternakan, bahan tambang dan mineral, dan manufaktur) akan lebih berdaya saing, karena biaya logistik akan lebih murah dan pergerakan barang bakal lebih cepat.