Jumat 19 Sep 2014 17:17 WIB

Statistika: Dulu, Kini, dan Masa Depan

 Prof. Asep Saefuddin
Prof. Asep Saefuddin

REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR--Empat puluh dua tahun yang lalu Prof. Andi Hakim Nasoetion membacakan orasi guru-besarnya berjudul ‘Statistika Sebagai Tongkat Di Daerah Ketidaktahuan’. Andi menerangkan pada saat itu betapa pentingnya statistika sebagai alat bantu untuk penarikan kesimpulan.

Dengan semakin kuatnya teknologi informasi dalam penyimpanan data lalu mengarah ke data besar, maka statistika saat ini sudah semakin seksi. Dewasa ini para alumni statistika mengisi 74.36 persen Non PNS dan 25.64 persen PNS. Dari kelompok non-PNS itu umumnya peneliti (55.13 persen), adapun kelompok PNS relatif seimbang antara peneliti-administrasi. Secara umum, para alumni itu adalah peneliti (67.95 persen).

“Data menjadi landasan pengembangan ke depan dan statistika menjadi pokok dalam persaingan bisnis. Wilayah ketidakpastian menjadi semakin sempit.  Berpikir analitik sangat terkait dengan keunggulan kompetitif yang akan memenangkan persaingan bisnis. Untuk itu seorang statistisi harus menguasai bidang ilmu lain agar dia mampu mengartikulasikan analisis secara lebih bermakna. Hal ini pernah disampaikan oleh Prof. Andi,” ujar Prof. Asep Saefuddin mengutip Orasi Ilmiah berjudul “Statistika: Dulu, Kini dan Masa Depan” yang disampaikan dalam Press Conference di Ruang Sidang Akademik dan Pendidikan, Kampus IPB Dramaga (19/9).

Prof. Asep adalah salah satu Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) yang akan dikukuhkan IPB besok pada 20 September 2014 di Auditorium Andi Hakim Nasoetion, Kampus IPB Dramaga. Menurutnya, peran dan makna memahami statistika dalam pembangunan yang berbasis data menjadi penting, bukan sekadar keperluan riset untuk pemuasan hasrat ilmuwan.

Pada level kabupaten, provinsi dan nasional, pengumpulan data yang dicacah secara rapi dari desa akan menjadi data besar, sehingga pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat menjadi mudah diukur dan dievaluasi. Akumulasi data terjadi di hampir semua sektor kehidupan, seperti kesehatan, lingkungan hidup, sosial, ekonomi, dan politik, dan lain-lain. Data besar dalam berbagai bidang selalu menyisipkan statistika sebagai alat bantu untuk memperoleh pendugaan dan menarik kesimpulan.

“Jangan heran seandainya di berbagai dapur lembaga survei sosial, ekonomi, pemasaran, dan politik saat ini banyak juru masak alumni IPB.  Contoh seperti pada saat terjadi polemik quick count pilpres kemarin, dua guru besar IPB terpaksa turun tangan, yakni Prof. Khairil dan saya sendiri,” ujanya.

Statistika sebagai data intensive science semakin dibutuhkan, karena di dalamnya menyangkut tiga kegiatan utama, yakni: penangkalan, pengolahan, dan analisis. Di dalam konteks ini, penyimpanan data bukan saja ukurannya menjadi besar tapi juga kompleksitasnya.

Persoalan Indonesia dari berbagai aspek memerlukan solusi yang berbasis sains (science based solution).  Hakekat perguruan tinggi tidak sekedar meluluskan sarjana, magister dan doktor tanpa ada rekomendasi yang dapat dijalankan oleh negara dan dirasakan manfaatkanya oleh masyarakat. IPB harus kuat dengan pendekatan transdisiplin, kekuatan pendekatan kuantitatif dan cara pandang kualitatif.

“Tradisi ilmiah kultur akademik dengan ciri keilmuan yang obyektif, penuh toleransi, terbuka dan rasional yang sudah menjadi pondasi IPB adalah kewajiban generasi penerus untuk menjaga, meneruskan dan mengembangkannya,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement