Jumat 19 Sep 2014 16:57 WIB

Ibadah Haji Rekatkan Persatuan Umat

Jamaah haji saat wukuf di Padang Arafah, Arab Saudi.
Foto: Republika/Yogi Ardhi/ca
Jamaah haji saat wukuf di Padang Arafah, Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, Assalamualaikum Wr Wb,

Ustaz, jamaah haji itu berasal dari berbagai tempat dan berbagai suku bangsa, bagaimana memahami dan meyakini bahwa satu dengan yang lain itu adalah bersaudara?

Irwan

Padang, Sumbar

 

Jawab:

Waalaikumussalam Wr Wb,

Benar bahwa ibadah haji merupakan berkumpulnya umat manusia dari berbagai tempat dan suku bangsa. Ikatannya adalah kesamaan berjuang untuk mendapatkan rahmat dan ridha Allah. Mereka menjadi satu bangsa besar yaitu Muslim, memiliki satu tanah air yaitu Haramain, berinteraksi dengan satu bahasa yaitu Iman.

Hal ini mengingatkan pada khutbah Nabi Muhammad SAW,  “Sesungguhnya Rabb kamu satu, bapamu satu, tidak ada kelebihan bangsa Arab dari bangsa bukan Arab, dan tidak ada  kelebihan bagi bangsa yang berkuklit merah terhadap bangsa berkulit hitam, dan tidak ada pula kelebihan bangsa yang berkulit hitam terhadap bangsa yang berkulit merah, kecuali dengan takwa. Sesungguhnya orang yang paling mulia di atara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa. Ingatlah apakah aku telah menyampaikan ? Maka hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada orang yang tak hadir”. (Kitab Kanzul ‘amaal  3/23).

Sebagai ibadah kolektif haji membutuhkan kerja sama dalam mencapai tujuan ibadah. Tak baik untuk selalu mementingkan diri sendiri, apalagi menganiaya. Sering kita lihat orang “berjuag” mencium hajar aswad dengan menabrak dan menyikut sana sini atau orang melempar jumroh seperti orang “kesetanan” yang mencederai jamaah lain. Tentu perbuatan ini terlarang. Bahkan yang semestinya adalah sebaliknya, yakni saling membuka jalan bagi terlaksananya kebutuhan saudaranya.

Rasulullah SAW  bersabda “Al muslimu akhul muslim laa yadhlimuhu wala yuslimuhu. Wa man kaa na fii haajati akhiihi kaa nallahu fii haajatihi” (Seorang Muslim adalah saudara orang Muslim, ia tidak boleh menganiayanya dan tidak boleh membiarkannya tanpa pertolongan. Dan barangsiapa memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhan dirinya)—HR Bukhari.  Dalam hadits riwayat yang sama Rosul pun pernah bersabda “man laa yarham laa yurham” (barangsiapa tidak menyayangi, tak akan disayangi).

Jamaah haji harus bergaul dengan saling berendah hati dan menjauhi sifat-sifat angkuh. Senantiasa menjadikan saudaranya sebagai ladang amal bagi peningkatan bobot kebaikan pada mizan di hari akhir nanti. Membangun empati atas penderitaan yang dirasakan orang lain. Berjiwa pemurah (al karam) dan lapang hati (al hilmu). Rosulullah SAW bersabda: “Orang yang pemurah adalah dekat pada Allah, dekat pada manusia, dan dekat pada surga. Orang bakhil jauh dari Allah, jauh dari manusia, dan jauh dari surga” dan sabdanya pula “Sesungguhnya seseorang akan memperoleh derajat orang yang berpuasa dan beribadah pada waktu malam dengan bersikap lapang hati” (kanzul amaal 2/28).

Sejak dari Tanah Air jamaah haji diikat dalam kebersamaan jama’h ada regu, rombongan atau kelompok terbang, maknanya disamping untuk keteraturan ibadah, juga agar terjalin persaudaraan satu dengan yang lain. Hal ini diperkuat dengan keberadaan kelompok-kelompok bimbingan ibadah haji, yang juga esensinya untuk meningkatkan pemahaman dan semangat persaudaraan.

Akhirnya, inilah khutbah wada Nabi di hari Wukuf: “Hai kaum muslimin, dengarkanlah perkataanku dan perhatikanlah ! Kalian mengerti bahwa setiap orang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya kecuali yang telah diberikan dengan senang hati, karena itu janganlah kalian menganiaya diri sendiri...Ya Allah, sudahkah kusampaikan?“

Diasuh oleh: Ustaz HM Rizal Fadillah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement