Jumat 19 Sep 2014 02:36 WIB

Dubes Norwegia Puji Upaya Kaltim Kurangi Emisi Karbon

Emisi karbon
Foto: concurringopinions.com
Emisi karbon

REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Stig Traavik memuji upaya Pemerintah Indonesia, khususnya Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk mengurangi emisi karbon melalui program REDD+.

"Saya merasakan antusiasme dan semangat yang besar, baik dari pemerintah maupun para pemangku kepentingan yang terlibat mencari jalan terbaik untuk mengurangi emisi karbon sementara pembangunan untuk kesejahteraan tetap jalan," katanya di Balikpapan, Kamis.

REDD atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation adalah pengurangan emsisi dari deforestasi dan degradasi hutan.

Dubes Norwegia Stig Traavik hadir dalam Forum Inisiatif Para Pihak untuk Mewujudkan Ekonomi Hijau di Kalimantan Timur yang diselenggarakan Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Kaltim dan WWF-Indonesia.

Norwegia dilibatkan dalam forum ini karena kesediannya untuk menghibahkan dana hingga 1 miliar dolar AS sebagai kompensasi bagi Indonesia untuk upaya-upaya mengurangi emisi karbon. Contoh dari upaya itu adalah penataan ruang kabupaten-kabupaten.

Pejabat Sekretaris Provinsi Kaltim Rusmadi mengatakan perkebunan besar kelapa sawit hanya akan diberi lahan kritis untuk ditanami, tidak akan ada lagi izin untuk membabat hutan sekunder untuk dijadikan kebun.

"Meskipun Kaltim punya proyek lahan sawit 2,5 juta hektare, tapi yang kita manfaatkan sekarang lahan-lahan kritis tersebut," ujarnya.

Contoh lain, di kabupaten Mahakam Hulu, pemerintah setempat mengembangkan energi listrik dengan memanfaatkan air terjun yang memang banyak terdapat di kabupaten konservasi itu.

"Kami bangun banyak pembangkit mikro hidro berkapasitas 20 MW, tapi jumlahnya banyak, bisa mencapai 15 pembangkit karena tersedia 15 air terjun yang layak dijadikan generator pembangkit listrik," kata Pejabat Bupati Mahakam Hulu MS Ruslan.

Dari masyarakat, contoh diberikan masyarakat adat Wehea di Muara Wahau, Kutai Timur, Orang Tunjung di Linggang Melapeh, Kutai Barat, dan Orang Lebo di Kampung Merabu, Berau.

Ketiga komunitas masyarakat adat berhasil memelihara dan melestarikan hutannya sekaligus memanfaatkannya untuk kehidupan dan kesejahteraan.

Orang Wehea, antara lain mendapat manfaat dari para peneliti yang melakukan studi ke hutan adat mereka, Orang Tunjung dan Orang Lebo tetap dapat menikmati hasil alam dari hutan, mulai dari madu, rotan, hingga buah-buahan yang bernilai ekonomis seperti durian.

"Kami memproduksi madu hutan, kemduain kami kemas dalam toples, dan diberi merek, dan dijual ke kota," kata Franly Oleh, Kepala Kampung Merabu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement